Sya’ban adalah salah satu nama
bulan dalam kalender hijriah mempunyai arti berkelompok (biasanya bangsa
Arab berkelompok mencari nafkah pada bulan itu). Sya’ban termasuk bulan yang dimuliakan
oleh Rasulullah saw selain bulan yang empat, yaitu Dzulqa'dah, Dzulhijjah,
Muharram, dan Rajab. Salah satu pemuliaan bukti nyata Rasulullah saw terhadap
bulan Syaban ini adalah beliau banyak berpuasa pada bulan ini melebihi di
bulan-bulan yang lainnya.
Mengenai bulan
Sya’ban, ada hadits dari Usamah bin Zaid. Ia pernah menanyakan pada Nabi
shallallahu ‘alaihi wa sallam bahwa ia tidak pernah melihat beliau melakukan
puasa yang lebih semangat daripada puasa Sya’ban. Kemudian Rasul shallallahu
‘alaihi wa sallam bersabda :
ذَلِكَ شَهْرٌ يَغْفُلُ النَّاسُ عَنْهُ بَيْنَ رَجَبٍ وَرَمَضَانَ وَهُوَ
شَهْرٌ تُرْفَعُ فِيهِ الْأَعْمَالُ إِلَى رَبِّ الْعَالَمِينَ فَأُحِبُّ أَنْ يُرْفَعَ
عَمَلِي وَأَنَا صَائِمٌ
“Bulan Sya’ban –bulan antara Rajab dan Ramadhan- adalah
bulan di saat manusia lalai. Bulan tersebut adalah bulan dinaikkannya berbagai
amalan kepada Allah, Rabb semesta alam. Oleh karena itu, aku amatlah suka untuk
berpuasa ketika amalanku dinaikkan. ( HR. An Nasa’i 2357, Ahmad 21753, Ibnu Abi
Syaibah 9765 dan Syuaib Al-Arnauth menilai sanadnya hasan’)
‘Aisyah
radhiyallahu ‘anha berkata :
فَمَا رَأَيْتُ رَسُولَ اللَّهِ – صلى الله عليه وسلم – اسْتَكْمَلَ صِيَامَ
شَهْرٍ إِلاَّ رَمَضَانَ ، وَمَا رَأَيْتُهُ أَكْثَرَ صِيَامًا مِنْهُ فِى شَعْبَانَ
“Aku tidak pernah sama sekali melihat Rasulullah
shallallahu ‘alaihi wa sallam berpuasa secara sempurna sebulan penuh selain
pada bulan Ramadhan. Aku pun tidak pernah melihat beliau berpuasa yang lebih
banyak daripada berpuasa di bulan Sya’ban.” (HR. Bukhari no. 1969 dan Muslim
no. 1156)
Dari Abu Salamah, beliau mengatakan
bahwa beliau mendengar ‘Aisyah radhiyallahu ‘anha mengatakan :
كَانَ يَكُونُ عَلَىَّ الصَّوْمُ مِنْ رَمَضَانَ
، فَمَا أَسْتَطِيعُ أَنْ أَقْضِىَ إِلاَّ فِى شَعْبَانَ
“Aku masih memiliki utang puasa
Ramadhan. Aku tidaklah mampu mengqodho’nya kecuali di bulan Sya’ban.” Yahya
(salah satu perowi hadits) mengatakan bahwa hal ini dilakukan ‘Aisyah karena
beliau sibuk mengurus Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam. (HR. Bukhari no. 1950
dan Muslim no. 1146)
Keutamaan Malam Nishfu Syaban
Keutamaan malam Nishfu Sya‘ban sebagaimana dijelaskan dalam
hadits shahih dari Mu‘az bin Jabal Radhiallahu ‘anhu, bersabda Rasulullah Saw :
يَطَّلِعُ اللَّهُ إِلَى جَمِيعِ خَلْقِهِ لَيْلَةَ
النِّصْفِ مِنْ شَعْبَانَ فَيَغْفِرُ لِجَمِيعِ خَلْقِهِ إِلَّا لِمُشْرِكٍ أَوْ مُشَاحِنٍ
“Allah mendatangi makhluk ciptaannya di malam Nishfu Sya‘ban (tafsirnya adalah bahwa Allah menurunkan rahmat
yang sifatnya khusus berbeda dengan yang biasanya), maka diampuni segala dosa
makhlukNya kecuali orang yang menyekutukan Allah dan orang yang bermusuhan.”
(HR. Ibnu Majah, at-Thabrani dan Ibnu Hibban)
Aisyah RA bercerita bahwa pada suatu malam dia kehilangan
Rasulullah SAW, ia keluar mencari dan akhirnya menemukan beliau di pekuburan
Baqi’, sedang menengadahkan wajahnya ke langit. Beliau berkata, “Sesungguhnya
Allah Azza Wajalla turun ke langit dunia pada malam Nishfu Sya’ban dan
mengampuni (dosa) yang banyaknya melebihi jumlah bulu domba Bani Kalb.” (HR Turmudzi, Ahmad dan Ibnu Majah)
Begitu juga dalam hadits lain yang diriwayatkan oleh ‘Aisyah
RA., beliau berkata:
"Suatu malam Rasulullah Saw shalat, kemudian beliau
bersujud panjang, sehingga aku menyangka bahwa Rasulullah Saw telah diambil,
karena curiga maka aku gerakkan telunjuk beliau dan ternyata masih bergerak.
Setelah Rasulullah Saw selesai shalat beliau berkata: "Hai ‘Aisyah engkau
tidak dapat bagian?". Lalu aku menjawab: "Tidak ya Rasulullah, aku
hanya berfikiran yang tidak-tidak (menyangka Rasulullah telah tiada) karena
engkau bersujud begitu lama". Lalu Rasulullah Saw bertanya: "Tahukah
engkau, malam apa sekarang ini?”. "Rasulullah yang lebih tahu",
jawabku. "Malam ini adalah malam Nishfu Sya'ban, Allah mengawasi hambanya
pada malam ini, maka Ia memaafkan mereka yang meminta ampunan, memberi kasih
sayang mereka yang meminta kasih sayang dan menyingkirkan orang-orang yang
dengki" (HR. Baihaqi).
Ibn Ishak meriwayatkan dari Anas
bin Malik bahwa pernah Rasulullah memanggil isterinya, Aisyah dan memberitahukan
tentang Nisfu Sya’ban. “Wahai Humaira, apa yang engkau perbuat malam ini? Malam
ini adalah malam di mana Allah yang Maha Agung memberikan pembebasan dari api
neraka bagi semua hambanya, kecuali enam kelompok manusia”.
Kelompok yang dimaksud Rasulullah
yaitu :
Pertama, kelompok manusia yang tidak berhenti minum
hamr atau para peminum minuman keras. Sebagaimana berulang kali dikemukakan
bahwa yang dimaksud dengan hamr adalah jenis minuman yang memabukkan, baik
jenis minuman yang dibuat secara tradisional mapun jenis minuman yang dibuat
secara modern. Istilah populernya adalah minuman keras atau miras. Yang disebut
pertama antara lain tuak. Sementara yang disebut kedua antara lain bir dan
whyski. Termasuk kategori sebagai orang yang tidak berhenti minum hamr ialah
orang-orang menyiapkan minuman tersebut atau para pembuat dan pengedarnya.
Mereka ini tidak mendapat pembebasan dari api neraka, tetapi malah diancam
dengan siksaan api neraka.
Kedua, orang-orang yang mencerca orang tuanya.
Termasuk kategori mencerca orang tua ialah berbuat jahat terhadap orang tua
yang dalam hal ini ibu bapak. Menurut ajaran agama yang menyatakan uf (aduh,
halah) saja kepada ibu atau bapak itu sudah termasuk dosa. Membentak orang tua
termasuk perbuatan yang sangat dilarang. Allah SWT di samping menegaskan kepada
manusia untuk tidak beribadah selainNya, maka kepada kedua orangtua berbuat
baiklah. Waqadha Rabbuka an La ta’buduu Illah Iyyahu wa bilwalidaini ihsanan
(al-Isra: 17:23). Perbutan kategori baik terhadap orang tua antara lain
bertutur kata kepada keduanya dengan perkataan yang mulia, merendahkan diri
kepada keduanya dengan penuh kasih sayang, dan kepada keduanya didoakan; “Wahai
Tuhanku, kasihilah mereka keduanya, sebagaimana mereka berdua telah mendidik
aku di waktu kecil.”
Ketiga, orang-orang yang membangun tempat zina.
Tempat berzina dimaksud adalah tempat pelacuran yang kini nama populernya
tempat PSK (pekerja seks komersial). Golongan atau kelompok orang yang seperti
ini, pada malam Nisfu Sya’ban tidak mendapat pembebasan dari api neraka, tetapi
sebaliknya mereka dijanji dengan siksaan dan azab.
Keempat, orang-orang atau para pedagang yang
semena-mena menaikkan harga barang dagangannya sehingga pembeli merasa
dizalimi. Misalnya, penjual bahan bakar minyak, termasuk minyak tanah. Harga
dagangan jenis ini sudah ada harga standar, tetapi kalau penjualnya menaikkan
harganya secara zalim, maka penjual yang demikian itulah yang tidak mendapat
pembebasan dari neraka.
Kelima, petugas cukai yang tidak jujur. Termasuk
kategori petugas cukai adalah para kolektor pajak atau orang-orang yang menagih
pajak dan retribusi. Misalnya petugas cukai yang bertugas di pasar-pasar yang
menerima uang atau cukai dari penjual dengan bukti penerimaan dengan karcis.
Salah satu bentu ketidakjujuran kalau uang diterima tetapi tidak diserahkan
bukti penerimaan (karcis).
Keenam, kelompok orang-orang tukang fitnah.
Orang-orang kelompok ini suka menyebarkan isu dan pencitraan buruk yang
sesungguhnya hanyalah sebuah fitnah. Keenam golongan inilah yang disebut tidak
mendapat fasilitas itqun minannar.
Malam Nishfu Sya‘ban juga termasuk malam-malam yang
dikabulkan doa. Imam asy-Syafi‘i dalam kitabnya al-Umm, berkata: “Telah sampai
pada kami bahwa dikatakan: sesungguhnya doa dikabulkan pada lima malam, yaitu
malam Jum’at, malam hari raya Idul Adha, malam hari raya ‘Idul fitri, malam
pertama di bulan Rajab dan malam Nishfu Sya‘ban.”
Malam Nishfu Sya‘ban (malam kelima belas pada bulan Syaban)
merupakan malam yang penuh rahmat dan ampunan dari Allah Swt. Untuk itu, kita
dianjurkan bahkan disunnahkan untuk menghidupkan malam ini. Adapun cara
menghidupkan Malam Nishfu Sya‘ban sebagaimana yang dilakukan sekarang ini tidak
berlaku pada zaman Rasulullah Saw dan zaman para sahabat. Akan tetapi hal ini
berlaku pada zaman tabi‘in (zaman setelah para sahabat) dari penduduk Syam.
Imam al-Qasthalani dalam kitabnya al-Mawahib al-Ladunniyah, berkata, “Bahwa
para tabi‘in daripada penduduk Syam seperti Khalid bin Ma‘dan dan Makhul,
mereka beribadah dengan bersungguh-sungguh pada Malam Nishfu Sya‘ban. Maka
dengan perbuatan mereka itu, mengikutlah orang banyak untuk membesarkan malam
tersebut.”
Para tabi‘in menghidupkan Malam Nishfu Sya‘ban dengan dua
cara, yaitu :
- Sebagian mereka hadir beramai-ramai ke masjid dan berjaga di waktu malam (qiyamullail) untuk shalat sunat dengan memakai harum-haruman, bercelak mata dan berpakaian yang terbaik.
- Sebagiannya lagi melakukannya dengan cara bersendirian. Mereka menghidupkan malam tersebut dengan beribadah seperti shalat sunat dan berdoa dengan cara sendirian.
Adapun cara kita sekarang ini menghidupkan Malam Nishfu
Sya‘ban dengan membaca Al-Qur'an seperti membaca surah Yasin, berzikir dan
berdoa dengan berhimpun di masjid-masjid atau di rumah-rumah sendirian atau
berjamaah adalah tidak jauh berbeda dengan apa yang dilakukan oleh para tabi‘in
itu.
Dalam hadits Ali Ra., Rasulullah Saw bersabda: "Malam
Nishfu Sya'ban, maka hidupkanlah dengan shalat dan puasalah pada siang harinya,
sesungguhnya Allah turun ke langit dunia pada malam itu, lalu Allah berfirman:
"Orang yang meminta ampunan akan Aku ampuni, orang yang meminta rizqi akan
Aku beri dia rizqi, orang-orang yang mendapatkan cobaan maka aku bebaskan,
hingga fajar menyingsing." (HR. Ibnu Majah).
Jika seseorang itu masih juga ingin melakukan shalat pada
malam Nishfu sya’ban, maka sebaiknya dia mengerjakan shalat-shalat sunat lain
seperti sunat Awwabin (di antara waktu maghrib dan Isya'), shalat Tahajjud
diakhiri dengan shalat Witir atau shalat sunat Muthlaq bukan khusus shalat
sunat Nishfu Sya‘ban. Shalat sunat Muthlaq ini boleh dikerjakan kapan saja,
baik pada Malam Nishfu Sya‘ban atau pada malam-malam lainnya.
Tapi ulama lain seperti Imam al-Ghazali dalam kitabnya al-Ihyaa’ (Juz 1 hal. 210)
menyatakan bahwa shalat malam Nishfu sya’ban adalah sunat dan hal itu dilakukan
pula oleh para ulama salaf. Bahkan para ulama salaf menamakan shalat tersebut
sebagai shalat khair (shalat yang baik). Begitu juga ulama-ulama lain seperti
al-Allamah al-Kurdi. Selain dalam kitab al-Ihyaa’ juga dalam kitab-kitab lain
seperti Khaziinah al-Asraar (hal. 36), al-’Iaanah (Juz 1 hal. 210), al-Hawaasyi
al-Madaniyyah (Juz 1 hal. 223), dan al-Tarsyiih al-Mustafiidiin (hal.
101).
Nah, terlepas dari ‘kontroversi’ tentang amalan-amalan pada
malam Nishfu syaban khususnya tentang shalat Nishfu sya’ban yang dianggap
bid’ah oleh sebagian ulama dan dianggap sunat oleh ulama lain, maka kita sangat
dianjurkan untuk meramaikan malam Nishfu Sya'ban dengan cara memperbanyak
ibadah, salat, dzikir membaca al-Qur'an, berdo'a dan amal-amal shalih
lainnya seperti puasa pada siang harinya
sebagaiman dicontohkan Rasulullah Saw sehingga kita tidak termasuk orang-orang
yang lupa akan kemuliaan bulan sya’ban ini. Wallah a’lam bishawab !
Adapun tentang tata cara pelaksanaan pembacaan surat Yasin di malam nishfu Sya'ban bisa dicari di bagian lain blog ini.
Dari berbagai sumber.
No comments:
Post a Comment
Blog ini bukan untuk debat, saling menjatuhkan, saling mengejek dan berkomentar yang kurang baik. Ini adalah sebagai tambahan pengetahuan dan ajang untuk saling mengerti. Allah yubarik fik