Membicarakan kejelekan orang lain itu ada 3 tingkatan yang
kesemuanya tentu saja sangat dibenci oleh manusia. Allahpun bahkan sangat
membenci penggunjing ini dengan memberikan perumpamaan bahwa mereka seperti
memakan bangkai saudaranya yang telah mati.
Ketiga tingkatan itu adalah :
Ghibah
Ghibah adalah menyebutkan sesuatu yang terdapat pada diri
seorang muslim, sedang ia tidak suka (jika hal itu disebutkan). Baik dalam
keadaan soal jasmaninya, agamanya, kekayaannya, hatinya, ahlaknya, bentuk
lahiriyahnya dan sebagainya. Caranya-pun bermacam-macam. Di antaranya dengan
membeberkan aib, menirukan tingkah laku atau gerak tertentu dari orang yang
dipergunjingkan dengan maksud mengolok-ngolok.
Adapun kejelekan dari menggibah ini sebagaimana disebutkan :
يَٰٓأَيُّهَا ٱلَّذِينَ
ءَامَنُواْ ٱجۡتَنِبُواْ كَثِيرٗا مِّنَ ٱلظَّنِّ إِنَّ بَعۡضَ ٱلظَّنِّ إِثۡمٞۖ
وَ لَا تَجَسَّسُواْ وَلَا يَغۡتَب بَّعۡضُكُم بَعۡضًاۚ أَيُحِبُّ أَحَدُكُمۡ أَن
يَأۡكُلَ لَحۡمَ
أَخِيهِ مَيۡتٗا فَكَرِهۡتُمُوهُۚ وَٱتَّقُواْ ٱللَّهَۚ إِنَّ ٱللَّهَ
تَوَّابٞ رَّحِيمٞ ١٢
Hai orang-orang yang beriman, jauhilah kebanyakan purba-sangka
(kecurigaan), karena sebagian dari purba-sangka itu dosa. Dan janganlah
mencari-cari keburukan orang dan janganlah menggunjingkan satu sama lain.
Adakah seorang diantara kamu yang suka memakan daging saudaranya yang sudah
mati? Maka tentulah kamu merasa jijik kepadanya. Dan bertakwalah kepada Allah.
Sesungguhnya Allah Maha Penerima Taubat lagi Maha Penyayang. (QS Al Hujurat
ayat 12)
Adapun yang dimaksud ghibah disebutkan dalam hadits berikut,
عَنْ أَبِى هُرَيْرَةَ أَنَّ رَسُولَ
اللَّهِ -صلى الله عليه وسلم- قَالَ « أَتَدْرُونَ مَا الْغِيبَةُ ». قَالُوا
اللَّهُ وَرَسُولُهُ أَعْلَمُ. قَالَ « ذِكْرُكَ أَخَاكَ بِمَا يَكْرَهُ ». قِيلَ
أَفَرَأَيْتَ إِنْ كَانَ فِى أَخِى مَا أَقُولُ قَالَ « إِنْ كَانَ فِيهِ مَا
تَقُولُ فَقَدِ اغْتَبْتَهُ وَإِنْ لَمْ يَكُنْ فِيهِ فَقَدْ بَهَتَّهُ
Dari Abu Hurairah, ia berkata, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa
sallam pernah bertanya, “Tahukah kamu, apa itu ghibah?” Para sahabat menjawab, “Allah dan Rasul-Nya lebih tahu.” Kemudian
Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, “Ghibah adalah
kamu membicarakan saudaramu mengenai sesuatu yang tidak ia sukai.” Seseorang
bertanya, “Wahai Rasulullah, bagaimanakah menurut engkau apabila orang yang
saya bicarakan itu memang sesuai dengan yang saya ucapkan?” Rasulullah shallallahu
‘alaihi wa sallam berkata, “Apabila benar apa yang kamu bicarakan itu
tentang dirinya, maka berarti kamu telah menggibahnya (menggunjingnya). Namun
apabila yang kamu bicarakan itu tidak ada padanya, maka berarti kamu telah
menfitnahnya (menuduh tanpa bukti).” (HR. Muslim no. 2589, Bab Diharamkannya
Ghibah)
Wajib bagi orang yang hadir dalam majlis yang sedang menggunjing orang
lain, untuk mencegah kemungkaran dan membela saudaranya yang dipergunjingkan.
Nabi Shallallahu 'alaihi wa sallam amat menganjurkan hal demikian, sebagaimana
dalam sabdanya. "Artinya : Barangsiapa menolak (ghibah atas) kehormatan
saudaranya, niscaya pada hari kiamat Allah akan menolak menghindarkan api
Neraka dari wajahnya". (HR Ahmad)
Ghibah dan menfitnah (menuduh tanpa bukti) sama-sama keharaman. Namun
untuk ghibah dibolehkan jika ada tujuan yang syar’i yaitu dibolehkan dalam enam
keadaan sebagaimana dijelaskan oleh Imam Nawawi rahimahullah. Enam
keadaan yang dibolehkan menyebutkan ‘aib orang lain adalah sebagai berikut:
- Mengadu tindak kezaliman kepada penguasa atau pada pihak yang berwenang. Semisal mengatakan, “Si Ahmad telah menzalimiku.”
- Meminta tolong agar dihilangkan dari suatu perbuatan mungkar dan untuk membuat orang yang berbuat kemungkaran tersebut kembali pada jalan yang benar. Semisal meminta pada orang yang mampu menghilangkan suatu kemungkaran, “Si Rahmat telah melakukan tindakan kemungkaran semacam ini, tolonglah kami agar lepas dari tindakannya.”
- Meminta fatwa pada seorang mufti seperti seorang bertanya mufti, “Saudara kandungku telah menzalimiku demikian dan demikian. Bagaimana caranya aku lepas dari kezaliman yang ia lakukan.”
- Mengingatkan kaum muslimin terhadap suatu kejelekan seperti mengungkap jeleknya hafalan seorang perowi hadits.
- Membicarakan orang yang terang-terangan berbuat maksiat dan bid’ah terhadap maksiat atau bid’ah yang ia lakukan, bukan pada masalah lainnya.
- Menyebut orang lain dengan sebutan yang ia sudah ma’ruf dengannya seperti menyebutnya si buta. Namun jika ada ucapan yang bagus, itu lebih baik. (Syarh Shahih Muslim, 16: 124-125)
Ada juga yang membela diri ketika diingatkan, “Tapi yang saya beritakan
tentangnya ini adalah benar ustadz.” Ketahuilah saudara, bahwa ghibah itu
adalah menceritakan kejelekan orang lain yang bila dia mendengar dia akan tidak
suka hal tersebut, meskipun itu benar adanya hukumnya tetap haram. Sedang bila
yang diceritakan ada sisi bohongnya, maka itu disebut namimah. Sedang bila yang
diceritakan itu tidak ada benarnya sama sekali, itu namanya fitnah.
Ketiganya termasuk dosa besar yang harus kita jauhi.
Namimah
Namimah adalah menukil (memindahkan) ucapan seseorang kepada orang lain
dengan tujuan merusak hubungan atau persaudaraan di antara keduanya. Biasanya
memang ada unsur kebenarannya, namun ditambah dan dikurangi oleh pelakunya
dengan tujuan tertentu dengan menambahi kebohongan.
Allah dan Rasul-Nya sungguh telah mencela orang yang berbuat namimah dan
melarang kita mendengarkan ucapannya. Allah berfirman:
وَلَا تُطِعۡ كُلَّ
حَلَّافٖ مَّهِينٍ ١٠ هَمَّازٖ
مَّشَّآءِۢ بِنَمِيمٖ ١١ مَّنَّاعٖ
لِّلۡخَيۡرِ مُعۡتَدٍ أَثِيمٍ ١٢
10. Dan janganlah kamu ikuti setiap orang yang banyak bersumpah
lagi hina
11. yang banyak mencela, yang kian ke mari menghambur fitnah
12. yang banyak menghalangi perbuatan baik, yang melampaui batas lagi
banyak dosa
(QS Al Qolam ayat 10-12)
Rasulullah n bersabda:
لَا يَدْخُلُ الْجَنَّةَ قَتَّاتٌ
“Tidak akan masuk surga, orang yang qattat (yakni ahli namimah).” (HR.
Al-Bukhari dari Hudzaifah)
Dalam sebuah riwayat dalam Shahih Muslim:
لَا يَدْخُلُ الْجَنَّةَ نَمَّامٌ
“Tidak akan masuk surga, ahli namimah.”
Maka berhati hatilah kita terhadap bahaya sifat yang satu ini. Sebab
yang namanya ghibah dan namimah ini terkadang muncul tidak secara kita sadari
ketika kita sedang mengobrol dengan
teman. Jika kita sampai meninggal kita belum terampuni Allah, maka kita biosa
terancam tidak masuk surga.
Semoga kita tidak termasuk orang yang berbuat demikian. Amien yra.
Fitnah
Fitnah merupakan komunikasi kepada satu orang atau lebih yang
bertujuan untuk memberikan stigma negatif atas suatu peristiwa yang dilakukan oleh
pihak lain berdasarkan atas fakta palsu yang dapat memengaruhi penghormatan,
wibawa, atau reputasi seseorang. Kata "fitnah" diserap dari bahasa Arab, dan pengertian aslinya adalah
"cobaan" atau "ujian".
Hal terkait fitnah adalah pengumuman fakta yang bersifat pribadi kepada publik, yang
muncul ketika seseorang mengungkapkan informasi yang bukan masalah umum, dan hal
tersebut bersifat menyerang pribadi yang bersangkutan. Maka karena hal yang
demikian, orang yang difitnah akan merasa sangat marah, kesal dan tidak terima
diberitakan yang tidak benar karena dia tidak merasa melakukannya.
Kita sudah membaca bahwa ghibah saja
yang notabene berdasarkan suatu kenyataan, namun karena si orang terghibahnya
merasa tidak senang dengan hal tersebut, Allah menghukuminya seperti memakan
daging busuk saudaranya, dan juga namimah yang kondisinya seperti ghibah, namun
ditambah dan dikurangi dengan tujuan untul menghancurkan seseorang atau mengadu
dombanya dengan pihak lain, apalagi fitnah. Yang notabene adalah berita bohong
belaka, tidak ada unsur benarnya sama sekali. Kita tidak bisa membayangkan
besarnya dosa pelakunya.
Sedikit berbeda dengan pengertian umum
dalam bahasa Indonesia, fitnah dalam Al Qur’an mempunyai pengertian 4 macam,
yaitu :
Pertama :
FITNAH artinya membakar dengan api
Allah Subhanahu wata'ala berfirman :
يَوۡمَ هُمۡ عَلَى ٱلنَّارِ
يُفۡتَنُونَ ١٣
(Hari pembalasan itu) ialah pada hari ketika mereka difitnah (diazab
di atas api neraka) (QS Adz Dzariyat ayat 13)
Pada ayat diatas kata "يُفْتَنُونَ"
: "di-FITNAH" maksudnya adalah diadzab atau dibakar (dengan api).
Allah Subhanahu wata'ala berfirman :
Allah Subhanahu wata'ala berfirman :
إِنَّ ٱلَّذِينَ فَتَنُواْ ٱلۡمُؤۡمِنِينَ
وَٱلۡمُؤۡمِنَٰتِ ثُمَّ لَمۡ يَتُوبُواْ فَلَهُمۡ عَذَابُ جَهَنَّمَ وَلَهُمۡ
عَذَابُ ٱلۡحَرِيقِ ١٠
Sesungguhnya orang-orang yang memfitnah kepada orang-orang yang mukmin
laki-laki dan perempuan kemudian mereka tidak bertaubat, maka bagi mereka azab
Jahannam dan bagi mereka azab (neraka) yang membakar. (QS Al Buruj ayat 10)
Pada ayat diatas kata "فَتَنُوا"
: "mem-FITNAH" maksudnya adalah membakar mereka (orang-orang yang
mukmin laki-laki dan perempuan) di dalam parit yang berapi (yang dinyalakan
dengan) kayu bakar.
Kedua :
FITNAH bermakna ujian/cobaan.
Allah Subhanahu wata'ala berfirman :
كُلُّ نَفۡسٖ ذَآئِقَةُ ٱلۡمَوۡتِۗ
وَنَبۡلُوكُم بِٱلشَّرِّ وَٱلۡخَيۡرِ فِتۡنَةٗۖ وَإِلَيۡنَا تُرۡجَعُونَ ٣٥
Tiap-tiap yang berjiwa akan merasakan mati. Kami akan menguji (memfitnah)
kamu dengan keburukan dan kebaikan sebagai fitnah, cobaan (yang
sebenar-benarnya). Dan hanya kepada Kamilah kamu dikembalikan
FITNAH disini maksudnya adalah cobaan
Allah Subhanahu wata'ala berfirman :
وَأَلَّوِ اسْتَقَامُوا عَلَى
الطَّرِيقَةِ لَأَسْقَيْنَاهُمْ مَاءً غَدَقًا * لِنَفْتِنَهُمْ فِيهِ
"Dan bahwasanya: jika mereka tetap berjalan lurus di atas jalan itu
(agama Islam), benar-benar Kami akan memberi minum kepada mereka air yang segar
(rezeki yang banyak). Untuk Kami FITNAH mereka padanya."
Pada ayat diatas kata "لِنَفْتِنَهُمْ" : "Untuk Kami FITNAH mereka" maksudnya adalah "Untuk Kami beri COBAAN kepada mereka"
Pada ayat diatas kata "لِنَفْتِنَهُمْ" : "Untuk Kami FITNAH mereka" maksudnya adalah "Untuk Kami beri COBAAN kepada mereka"
Ketiga:
FITNAH bermakna akibat buruk dari keburukan
Allah Subhanahu wata'ala berfirman :
وَقَاتِلُوهُمْ حَتَّى لَا تَكُونَ
فِتْنَةٌ وَيَكُونَ الدِّينُ كُلُّهُ لِلَّهِ
Dan perangilah mereka, supaya jangan ada FITNAH dan supaya agama itu
semata-mata untuk Allah." (QS Al Anfal 39)
Jelas disini maksudnya adalah supaya tidak ada lagi keburukan akibat
perbuatan buruk.
Ke-empat:
Fitnah bermakna alasan/argumen (الحجة)
Sebagaimana dalam firman Allah Subhanahu wata'ala :
ثُمَّ لَمْ تَكُن فِتْنَتُهُمْ إِلاَّ
أَن قَالُواْ وَاللَّهِ رَبِّنَا مَا كُنَّا مُشْرِكِينَ
Kemudian tiadalah FITNAH mereka, kecuali mengatakan: "Demi Allah,
Tuhan kami, tiadalah kami mempersekutukan Allah"
Menurut sebagian ulama, maksud dari ayat tersebut adalah : Kemudian
tiadalah alasan/argumen mereka, kecuali mengatakan: "Demi Allah, Tuhan
kami, tiadalah kami mempersekutukan Allah".
Demikianlah beberapa makna FITNAH yang terdapat dalam Al Qur'an, adapun makna FITNAH yang kebanyakan orang pahami bahwa FITNAH itu "perkataan bohong atau tanpa berdasarkan kebenaran yang disebarkan dengan maksud menjelekkan orang" adalah FITNAH secara Bahasa bukan secara Istilah Syari'at sebagaimana telah disebutkan diatas.
Demikianlah beberapa makna FITNAH yang terdapat dalam Al Qur'an, adapun makna FITNAH yang kebanyakan orang pahami bahwa FITNAH itu "perkataan bohong atau tanpa berdasarkan kebenaran yang disebarkan dengan maksud menjelekkan orang" adalah FITNAH secara Bahasa bukan secara Istilah Syari'at sebagaimana telah disebutkan diatas.
Sehingga tidaklah pas kata FITNAH yang mereka maksud dikuatkan dengan
Firman Allah Subhanahu wata'ala :
وَالْفِتْنَةُ أَشَدُّ مِنَ الْقَتْلِ
"Dan fitnah itu lebih besar bahayanya dari pembunuhan"
Karena kata FITNAH pada ayat diatas maknanya adalah "Akibat buruk
dari keburukan" sesuai poin ke tiga, sebagaimana yang disebutkan dalam
tafsir dan sebab turunnya bahwa ayat tersebut maknanya adalah :
"Kesyirikan dan menghalangi manusia dari Agama Allah itu lebih besar
bahayanya dibandingkan dengan pembunuhan"
Maka waspadalah terhadap 3 dosa besar diatas, karena ketiga dosa besar tersebut diatas seringkali tidak terasa kita lakukan terutama ghibah. Karena ketika kita mengobrol dengan teman, kalau terlalu asyik bergurau, unsur ghibah ini sangat boleh jadi merupakan bumbu penyedap utama dalam bersenda gurau.
Mari kita saling mendoakan semoga kita terhindar dari dosa-dosa tersebut.
Amien yaa robbal 'alamiin.
Contoh nama pada Kalimat : "Si Rahmat telah...", dan: "Si Ahmad telah menzalimiku", sebaiknya diganti dengan kalimat : "Si fulan telah ...".
ReplyDeleteContoh nama pada Kalimat : "Si Rahmat telah...", dan: "Si Ahmad telah menzalimiku", sebaiknya diganti dengan kalimat : "Si fulan telah ...".
ReplyDeleteSyukron artikelnya membuka fikiran saya aagar lebih berhati-hati dalam berkata-kata dan mengetik comment atau status.. Saya takut neraka Jahannam hanya karena tidak bisa menjaga tangan dan dulut.. summa na'udzubillah.. 😅🙏
ReplyDelete