Seorang hamba berdoa penuh harap kepada Tuhannya, “Ya Tuhanku, jadikan aku orang yang cuma dengan kipas-kipas saja uang mendatangiku..!”
Tak lama kemudian ia jadi penjual sate.
Tidak puas dengan itu, dia berdoa lagi, “Ya Tuhanku, jadikan aku orang yang hanya dengan duduk goyangkan kaki bisa dapat rejeki...!”
Beberapa waktu kemudian ia menjadi seorang penjahit.
Masih tak puas dengan keadaannya, dia berdoa lagi, “Ya Tuhanku, jadikan aku orang yang hanya dengan duduk diam uang mendatangiku...!”
Sebulan kemudian ia menjadi penjaga toilet umum di terminal.
Masih dengan semangat 45, dia berdoa lagi, “Ya Tuhanku, kali ini jadikan aku yang bisa memerintah orang kaya! Jadikan aku hamba- Mu yang bisa mengatur mereka dengan leluasa dan penuh kuasa...!”
Tak berselang lama kemudian ia menjadi tukang parkir.
Tak patah arang, sang hamba berdoa lagi, “Yaaaaaa Tuhanku, mohon sekarang jadikan aku orang yang berwibawa, tatapanku disegani orang, setiap yang bertemu denganku merasa sungkan gitu...!”
Maka beberapa minggu kemudian kemudian ia menjadi debt collector.
Masih juga tak puas dengan doanya, si hamba kembali berdoa penuh harap, “Ya Tuhan, mengapa hamba doanya salah melulu? Jadikan hamba-Mu ini seorang yang punya banyak pengikut, kemana pun hamba-Mu ini melangkah, pengikutku selalu mengikuti dan mentaatiku...!”
Setelah keluar dari pekerjaannya sebagai debt collector, beberapa waktu kemudian jadilah ia seorang tukang angon bebek.
Sambil memandangi bebeknya yang sedang berenang kian kemari, si hamba ini berdoa lagi dengan melas, “Ampuuun salah lagi. Duhai Tuhanku.....! Tolonglah terakhir ini jadikan hamba-Mu ini seorang yang senantiasa dikelilingi para wanita...!”
Tak lama berselang jadilah dia kemudian ia jadi tukang sayur keliling...!!!
Saudaraku yang budiman, salah satu hal yang harus kita perhatikan dalam berdoa adalah bahwa ketika berdoa kita juga harus punya adab yang baik kepada Allah yang kepada-Nya lah doa-doa selalu kita panjatkan.
Salah satunya adalah bahwa berdoa itu jangan mendikte Allah. Salah satu ciri doa mendikte adalah kita menyebut tujuan kita secara detail dalam doa kita. Misalnya, “Ya Allah semoga aku bisa masuk SMA Negeri1 Sidoarjo tahun ini. Amien.”
Bisa jadi kita nanti memang bisa masuk di SMA yang dimaksud, namun sangat boleh jadi kita tidak mendapatkan ketenangan batin dengan memasuki tempat tersebut. Ada saja hal-hal yang membuat kita mungkin merasa tidak cocok dengan pilihan kita itu. Akan lebih baik kita berdoa dengan, “Ya Allah, semoga aku bisa masuk ke SMA terbaik yang Engkau ridhoi dan berkahi. Saat ini aku sangat tertarik untuk masuk ke SMA Negeri 1 Sidoarjo. Duhai Allah Yang Maha Pengasih lagi Maha Penyayang, bila nantinya masukku akan membawa kebaikan lahir, batin, dunia dan akheratku, maka mudahkanlah aku menggapainya. Namun seandainya kurang baik untukku, lahir batin, dunia dan akheratku, maka berikanlah aku yang lebih baik. Amien yra.”
Bukankah contoh yang diberikan dalam berbagai doa dalam Al Qur’an adalah doa yang umum? Doa yang paling terkenal dan dinobatkan sebagai doa sapu jagadpun menyangkut hal yang sangat umum sebagaimana difirmankan Allah :
رَبَّنَا آتِنَا فِي الدُّنْيَا حَسَنَةً وَفِي الآخِرَةِ حَسَنَةً وَقِنَا عَذَابَ النَّارِ
Artinya : Wahai Tuhan kami, anugerahkanlah kepada kami kebaikan di dunia dan kebaikan di akherat dan jauhkanlah kami dari siksa neraka. (AL Baqoroh 201)
Dinamakan doa sapu jagad karena apa yang kita pinta adalah inti yang kita butuhkan di dunia dan akherat, yang tentu saja adalah kebaikan, kebaikan di dunia dan kebaikan di akherat. Maka doa tersebut dianggap mewakili seluruh doa yang pernah dipanjatkan seorang mukmin kepada Tuhannya.
Dalam sebuah kitab klasik pernah diceritakan, bahwa suatu ketika ada seorang sholeh yang selalu mengajar mengaji dari musholla ke musholla berdoa kepada Allah. Kehidupannya teramat sangat sederhana namun selalu penuh dengan seyum keberkahan dalam segala hal.
Sepanjang pagi hingga siang hari dia selalu pergi ke hutan untuk mencari kayu bakar. Kayu itu sebagian dipakainya sendiri, sebagian lagi dijualnya ke pasar sore untuk memenuhi kebutuhan hidupnya yang sebatang kara. Namun begitu dia tidak pernah melalaikan kewajibannya untuk mengajar ilmu agama kepada masyarakat di sekitarnya.
Begitulah kehidupannya berjalan seperti itu selama bertahun-tahun lamanya. Hingga suatu malam, sepulang dari mengajar keliling kampung, dia lalu merebahkan tubuhnya yang penat ke tempat tidurnya yang sederhana. Hanya beralas kulit kambing kering satu-satunya sebagai alas tidurnya.
Sejenak terlena dengan sunyinya malam, tiba-tiba dia dikejutkan oleh masuknya beberapa anggota pasukan kesultanan yang memaksanya bangun. “Cepat bangun dan ikutlah kami sekarang! Cepaattt!!!!” teriak kepala tentara itu tegas.
Dengan wajah bingung serta ketakutan, sang hamba tadi mengikuti langkah cepat para serdadu itu. Hingga akhirnya sampailah mereka di kantor kepolisian tepat di tengah kota. Singkat cerita akhirnya sang hamba dijebloskan ke dalam penjara untuk menunggu waktu persidangan perkara apa yang menyeretnya hingga ditangkap anggota polisi kerajaan.
Hari-hari berlalu dengan penuh kesedihan dirasa. Hidupnya sekarang tidak bebas lagi. Penjara membuatnya sering menangis teringat masa-masa kebebasannya dahulu. Berulang kali sebenarnya dia sudah bertanya pada sipir maupun pegawai yang lain, namun tak seorangpun yang bisa memberi jawaban pasti kenapa dia secara tiba-tiba dijebloskan ke panjara.
Tak mau larut dalam kesedihan batinnya, mulailah sang hamba tersebt mencoba menikmati kehidupan barunya di penjara. Malam hari dipenuhinya dengan membaca Al Qur’an, mengkaji kitab-kitab yang pernah dibacanya. Tak lupa sholat malam semakin sering dilakukan sepanjang malam hingga hampir pagi.
Siangpun demikian juga. Sholat Dhuha ditunaikannya maksimal enam kali salam sebagaimana diajarkan nabinya. Waktu luangnya digunakannya dengan mengaji, mengaji dan mengaji. Namun pintu kebebasan tak pernah ditemuinya.
Dalam setiap doanya, sang hamba tadi memohon kepada Allah agar segera diberi kebebasan, sehingga dia bisa beraktifitas seperti dahulu kala. Rasa penasaran tetap saja menggelayuti batinnya akan peristiwa yang dialaminya. Sehingga dia selalu bertanya mengapa dia dipenjara tanpa sebab? Apa salah dan dosanya?
Hingga suatu malam di tahun ke dua dia dipenjara, bermimpilah dia bertemu dengan seorang syaikh yang sangat dimuliakannya. Dalam mimpinya sang hamba tadi bertanya, “Ya syaikh, apakah gerangan dosa hamba sehingga hamba dipenjara tanpa alasan yang jelas dalam kurun waktu yang cukup lama pula?”
Sang syaikh tersenyum, “Muridku, sesumgguhnya Allah yang maha pengasih dan maha penyayang sedang memberikan apa yang yang selalu kamu pinta dalam doa-doamu setiap malam dahulu.”
Sang hamba tadi masih bingung dan mencoba bertanya lagi, namun sang syaikh tersebut telah melangkah pergi tanpa bisa dikejarnya meski dia mengejarnya sekuat tenaga. Hingga akhirnya sang hamba tadi terbangun dengan nafas terengah dan keringat membanjiri seluruh tubuhnya.
“Astaghfirullah al adhiiim, apa gerangan makna mimpiku barusan?” gumamnya heran. Namun ingatannya kemudian berusaha mengingat apa doa yang selalu dipanjatkannya dahulu.
Tiba-tiba tersentaklah dia, seraya memohon ampun, “Ya Allah, mengapa aku menjadi orang yang tidak berterima kasih kepadamu? Dulu aku selalu memohon kepadamu alangkah enaknya seandainya hidupnku ini tidak tersia-siakan dengan mencari kayu bakar di hutan. Andai ada yang memberi makan dan minum bagiku dan memberi tumpangan tidur sekedarnya bagiku, maka siang malamku akan sangat tenang aku pakai beribadah hanya kepadamu. Astaghfirullaah....”
Ternyata Allah yang maha pengabul doa telah mengijabahi permintaannya. Makan, minum dan tidurnya ada yang menanggung sehingga waktu luangnya banyak untuk beribadah.
Maka menangislah sang hamba memohon ampun kepada Allah karena doanya yang dikabulkan malah dia berburuk sangka kepada Allah.
Paginya ketika dia habis berwudhu, sang kepala penjara menemuinya dan menyuruhnya menghadap di ruangannya. Dalam suasana akrab tidak seperti biasanya sang kepala penjara menyampaikan permintaan maaf dari pihak pemerintah karena telah menangkap orang yang salah.
Selain meminta maaf secara resmi, pihak pemerintah juga menghadiahkan sebuah rumah serta sebidang lahan untuk dipakai sebagai tempat bercocok tanam sebagai wujud permintaan maaafnya atas kesalahannya menangkap orang yang salah.
Sang hamba tadi terdiam tak bisa berbicara apa-apa selain mengucap syukur kehadirat Allah Tuhannya seraya beristighfar mengenang kehidupannya beberapa tahun belakangan ini.
So bijaksanalah dalam berdoa serta selalulah berbaik sangkaa terhadap Allah swt.