Secara etomologis diambil dari
kata ‘ abada, ya’budu, ‘abdan, fahuwa
‘aabidun. ‘Abid, berarti hamba
atau budak, yakni seseorang yang tidak memiliki apa-apa, hatta dirinya sendiri
milik tuannya, sehingga karenanya seluruh aktifitas hidup hamba hanya untuk memperoleh
keridhaan tuannya dan menghindarkan murkanya.
Manusia adalah hamba Allah ‘Ibaadullaah jiwa raga hanya milik Allah,
hidup matinya di tangan Allah, rizki miskin kayanya ketentuan Allah, dan
diciptakan hanya untuk ibadah atau
menghamba kepada-Nya sebagaimana telah disebutkan dalam salah satu firmannya :
وما
خلقت الجن والانس الا ليعبدونِ
Artinya : Tidak Aku ciptakan Jin dan Manusia kecuali hanya untuk beribadah
kepadaKu (QS. Adzdzariyat ayat 56)
Jenis-jenis ‘Ibadah
Ditinjau dari jenisnya, ibadah
dalam Islam terbagi menjadi dua jenis, dengan bentuk dan sifat yang berbeda
antara satu dengan lainnya, yaitu :
1. ‘Ibadah Mahdhah,
artinya penghambaan yang murni
hanya merupakan hubungan antara hamba dengan Allah secara langsung. ‘Ibadah
bentuk ini memiliki 4 prinsip:
a. Keberadaannya harus
berdasarkan adanya dalil perintah,
baik dari al-Quran maupun al- Sunnah, jadi merupakan otoritas wahyu, tidak
boleh ditetapkan oleh akal atau logika keberadaannya.
b. Tatacaranya harus berpola kepada contoh Rasul saw. Salah satu tujuan diutus rasul oleh Allah adalah untuk memberi contoh:
وماارسلنا من رسول الا ليطاع باذن الله
Artinya : Dan Kami tidak mengutus seorang Rasul kecuali untuk ditaati
dengan izin Allah…(QS. An Nisaa ayat 64).
وما آتاكم الرسول فخذوه وما نهاكم عنه فانتهوا…
Dan apa saja yang dibawakan Rasul kepada kamu maka ambillah, dan apa
yang dilarang, maka tinggalkanlah…( QS. Al Hasyr ayat 7).
Shalat dan haji adalah ibadah
mahdhah, maka tatacaranya sudah diatur dan dicontohkan kanjeng nabi Muhammad asaw sebagaimana bersabda:
صلوا كما رايتمونى اصلى ... خذوا عنى
مناسككم . رواه البخاري
Artinya : shalatlah kamu seperti kamu melihat aku shalat. Ambillah dari
padaku tatacara haji kamu (HR Bukhori)
Jika melakukan ibadah bentuk ini
tanpa dalil perintah atau tidak sesuai dengan praktek Rasul saw., maka
dikategorikan muhdatsatul umur, perkara mengada-ada, yang populer disebut
bid’ah sebagaimana disabdakan oleh Nabi Muhammad saw. :
من احدث فى امرنا هذا ما ليس منه فهو رد . متفق
عليه . عليكم بسنتى وسنة الخلفآء الراشدين
المهديين من بعدى ، تمسكوا بها وعضوا بها بالنواجذ ، واياكم ومحدثات الامور، فان
كل محدثة بدعة، وكل بدعة ضلالة . رواه
احمد وابوداود والترمذي وابن ماجه ، اما
بعد، فان خير الحديث كتاب الله ، وخير الهدي هدي محمد ص. رواه مسلم
Artinya : Sesiapa yang mengada-adakan pembaharuan di dalam urusan kami (ibadah mahdhoh) maka dia adalah tertolak (Muttafaq alayh) Tetaplah kamu berpegang pada sunahku (jalan yang aku tempuh) dan jalannya para khulafaur rosyidin yang telah mendapat petunjuk sesudah aku. Berpegang teguhlah kamu semua kepadanya, kepada setiap anggotanya dengan bersungguh-sungguh. Dan waspadailah oleh kamu semua inovasi dalam ibadah (mahdhoh), sesungguhnya setiap inovasi yang ada itu adalah bid’ah dan setiap bidah adalah neraka tempatnya. (HR Ahmad, Abu Dawud, Tirmidzi dan Ibnu Majah) Sesungguhnya sebaik-baik bacaan adalah kitab Allah (Al Qur’an) dan sebaik-baik pembimbing adalah kanjeng nabi Muhammad saw (HR Muslim)
c. Bersifat supra rasional (di atas jangkauan akal) artinya ibadah bentuk ini bukan ukuran logika, karena bukan wilayah akal, melainkan wilayah wahyu, akal hanya berfungsi memahami rahasia di baliknya yang disebut hikmah tasyri’. Shalat, adzan, tilawatul Quran, dan ibadah mahdhah lainnya, keabsahannnya bukan ditentukan oleh mengerti atau tidak, melainkan ditentukan apakah sesuai dengan ketentuan syari’at, atau tidak. Atas dasar ini, maka ditetapkan oleh syarat dan rukun yang ketat.
d. Azasnya taat, yang dituntut dari hamba dalam melaksanakan ibadah ini adalah kepatuhan atau ketaatan. Hamba wajib meyakini bahwa apa yang diperintahkan Allah kepadanya, semata-mata untuk kepentingan dan kebahagiaan hamba, bukan untuk Allah, dan salah satu misi utama diutus Rasul adalah untuk dipatuhi.
Jenis ibadah yang termasuk
mahdhah, adalah :
1. Wudhu,
2. Tayammum
3. Mandi hadats
4. Adzan
5. Iqamat
6. Shalat
7. Membaca al-Quran
8. I’tikaf
9. Shiyam ( Puasa )
10. Haji
11. Umrah
Jenis ikatan atas ibadah ini ada 3 hal, yaitu :
a. Ikatan Tatacara
b. Ikatan Waktu
c. Ikatan Tempat
Ada ibadah mahdhoh yang hanya terikat tatacaranya saja, namun waktu dan tempatnya bebas. Contohnya wudhu, membaca quran. Wudhu tidak harus ketika mau sholat. Kapanpun ingin suci silaka berwudhu. Pun tempatnya tak harus di masjid. Bagitu juga membaca qur'an, hanya terikat oleh ilmu tajwid. sedangkan mengenai kapan dan dimana membacanya bebas.
Ada yang terikat tatacara dan waktunya. Contohnya sholat fardhu. Mengenai tempat, asalkan suci tempat badan dan tempat sholat maka sudah sah. Begitu pula puasa Romadhon.
Adapula yang terikat tatacara dan tempat, waktunya bebas. Contoh ibadah umroh. Yang maan sudah diketahui bahwa umroh ya harus di Mekah, ga boleh di tempat lain. tatacaranya sudah dicontohkan kanjeng nabi.
Adapula yang terikat tatacara, waktu dan tempatnya, yaitu haji.
Jenis ikatan atas ibadah ini ada 3 hal, yaitu :
a. Ikatan Tatacara
b. Ikatan Waktu
c. Ikatan Tempat
Ada ibadah mahdhoh yang hanya terikat tatacaranya saja, namun waktu dan tempatnya bebas. Contohnya wudhu, membaca quran. Wudhu tidak harus ketika mau sholat. Kapanpun ingin suci silaka berwudhu. Pun tempatnya tak harus di masjid. Bagitu juga membaca qur'an, hanya terikat oleh ilmu tajwid. sedangkan mengenai kapan dan dimana membacanya bebas.
Ada yang terikat tatacara dan waktunya. Contohnya sholat fardhu. Mengenai tempat, asalkan suci tempat badan dan tempat sholat maka sudah sah. Begitu pula puasa Romadhon.
Adapula yang terikat tatacara dan tempat, waktunya bebas. Contoh ibadah umroh. Yang maan sudah diketahui bahwa umroh ya harus di Mekah, ga boleh di tempat lain. tatacaranya sudah dicontohkan kanjeng nabi.
Adapula yang terikat tatacara, waktu dan tempatnya, yaitu haji.
Hikmah Ibadah Mahdhah
Pokok dari semua ajaran Islam adalah tawhiidul ilaah (KeEsaan Allah) , dan ibadah mahdhah itu salah satu sasarannya adalah untuk mengekpresikan ke Esaan Allah itu, sehingga dalam pelaksanaannya diwujudkan dengan:
a. Tawhiedul wijhah (menyatukan arah pandang). Shalat semuanya harus menghadap ke arah ka’bah, itu bukan menyembah Ka’bah, dia adalah batu tidak memberi manfaat dan tidak pula memberi madharat, tetapi syarat sah shalat menghadap ke sana untuk menyatukan arah pandang, sebagai perwujudan Allah yang diibadati itu Esa. Di mana pun orang shalat ke arah sanalah kiblatnya (QS. Al Baqoroh ayat 144).
b. Tawhiedul harakah (Kesatuan gerak). Semua orang yang shalat gerakan pokoknya sama, terdiri dari berdiri, membungkuk (ruku’), sujud dan duduk. Demikian halnya ketika thawaf dan sa’i, arah putaran dan gerakannya sama, sebagai perwujudan Allah yang diibadati hanya satu.
c. Tawhiedul lughah (Kesatuan ungkapan atau bahasa). Karena Allah yang disembah (diibadati) itu satu maka bahasa yang dipakai mengungkapkan ibadah kepadanya hanya satu yakni bacaan shalat, tak peduli bahasa ibunya apa, apakah dia mengerti atau tidak, harus satu bahasa, demikian juga membaca al-Quran, dari sejak turunnya hingga kini al-Quran adalah bahasa al-Quran yang membaca terjemahannya bukan membaca al-Quran.
2. Ibadah Ghairu Mahdhah, (tidak murni semata hubungan dengan Allah) yaitu ibadah yang di samping sebagai hubungan hamba dengan Allah juga merupakan hubungan atau interaksi antara hamba dengan makhluk lainnya.
Prinsip-prinsip dalam ibadah ini, ada 4:
a. Keberadaannya didasarkan atas
tidak adanya dalil yang melarang. Selama Allah dan Rasul-Nya tidak melarang
maka ibadah bentuk ini boleh diseleng garakan.
b. Tatalaksananya tidak perlu berpola kepada contoh langsung Rasul, karenanya dalam ibadah bentuk ini tidak dikenal istilah bid’ah , atau jika ada yang menyebut nya, segala hal yang tidak dikerjakan rasul bid’ah, maka bid’ahnya disebut bid’ah hasanah (bid’ah kebaikan), sedangkan dalam ibadah mahdhah disebut bid’ah dhalalah (bid’ah sesat).
c. Bersifat rasional, ibadah bentuk ini baik-buruknya, atau untung-ruginya, manfaat atau madharatnya, dapat ditentukan oleh akal atau logika. Sehingga jika menurut logika sehat, buruk, merugikan, dan madharat, maka tidak boleh dilaksanakan.
d. Azasnya nanfaat, selama itu bermanfaat, maka selama itu boleh dilakukan. entunya semua ini harus mengacu kepada kaidah Islam secara umum.
Salah satu contoh adalah sedekah. Nabi tidak pernah menentukan jenis, waktu dan tempat memberikan sedekah. Maka kita bebas berimprovisasi dengan memberikan sedekah berdasar apa yang kita punya ataupun yang kita bisa.
Hal yang lain adalah dzikir. Perintahya hanyalah "dan berdzikirlah kamu dengan dzikir yang banyak", maka tiada ketentuan jenis, waktu dan tempatnya.
Semoga bermanfaat.
No comments:
Post a Comment
Blog ini bukan untuk debat, saling menjatuhkan, saling mengejek dan berkomentar yang kurang baik. Ini adalah sebagai tambahan pengetahuan dan ajang untuk saling mengerti. Allah yubarik fik