Akal dan Logika Itu Berbeda

Banyak sekali orang yang beranggapan bahwa akal dan logika itu sama. Padahal berbeda secara subtansinya. Ada beberapa persamaannya namun ada juga perbedaan yang sifatnya cukup mendasar, sehingga tidak berlebihan jika dikatakan kedua hal tersebut adalah berbeda.

Wajar jika dianggap sama oleh sebagian orang karena memang sama-sama menggunakan kerangka berfikir menggunakan nalar dan otak. Namun ada hal penting yang mungkin luput dari perhatian kita bahwa pada rasio ada  perkembangan yang "lebih" dan proses lebih lanjut daripada akal.

Akal adalah suatu pikiran logis yang berlaku secara universal pada setiap manusia. Apapun suku bangsanya, dimanapun dia dilahirkan dan bagaimanapun ragam lingkungannya, akal adalah sama bagi setiap manusia. Akal ini meliputi pemikiran logis yang sifatnya sangat mendasar dan berjalan beriringan dengan yang namanya insting.

Akal manusia akan mengatakan bahwa sesuatu itu pasti ada asal usunya atau dengan kata lain segala sesuatu itu ada penciptanya. Akal manusia juga mengatakan bahwa ketika perutnya lapar atau dia merasa haus, maka harus ada sesuatu yang bisa memperbaiki keadaannya, misalkan dengan makan atau minum dan sebagainya.

Sedangkan rasio adalah akal manusia yang terbentuk oleh keadan, pengalaman, lingkungan, pembelajaran dan berbagai faktor diluar dirinya yang membentuk pola fikir yang ada padanya. Sebagai contoh, apabila seorang anak kelas 1 SD kemudian ditanya tentang matematika 1+1 maka dia akan mampu menjawabnya bahwa jawabannya 2. namun apabila dia ditanya 1-3 maka spontan dia akan menjawab bahwa pertanyaannya salah, karena yang mengurangi lebih besar dari yang dikurangi.

Bagi seorang murid kelas 5 SD, tentu soal 1-3 pun aka dijawab dengan mudah dijawab bahwa jawabannya -2. hal ini tak lain dan tak bukan disebabkan anak kelas 5 telah memperoleh pembelajaran pengurangan yang mempunyai nilai minus sehingga rasionya tentu berkembang lebih sempurna draipada anak kelas 1 SD tadi.

Dari soalan tersebut, akal hanya bisa memberitahu kita bahwa sesuatu yang dikurangi akan berkurang jumlahnya dan bila ditambah, maka akan bertambah pula jumlahnya. Namun rasio yang terbentuk secara berbeda aka menghasilkan jawaban berbeda tentang suatu soalan yang sama.

Maka dalam berbagai soalan hidup yang ada di dunia ini, karena dipandang dari berbagai latar belakang berbeda, maka bermacam pula hasil analisanya. Yang terpenting bagi kita adalah berusaha sekuat tenaga dan pikiran untuk menyeleksi dan mengambil mana yang terbaik untuk kita. Di situlah pentingnya ilmu agama sebagai filter utama terhadap berbagai hal yang kita alami sehari-hari.

Rasio yang dituntun oleh ilmu agama yang memadai, tentunya akan membawa kita selamat di dunia dan akherat. Sebab hal mendasar yang harus disadari oleh setiap muslim adalah bahwa ketika kita nanti sudah berada di alam 'sana', maka hukum yang dipakai adalah hukum Allah. Hitung-hitungan baik dan buruk suatu hal, suatu masalah dipandang benar atau salah, ketika disana sudah tidak lagi berlaku rasio atau pendapat kita. Yang dipakai adalh hukum Allah.

Maka tidak berlebihan kiranya bila kita mulai sekarang harus berfikir dengan rasio Allah, mendasari segala sesuatu dengan hukum Allah agar kita nanti tidak merasa rugi ketika kita berada di hadapan Allah SWT.

Analognya adalah seumpama negeri akherat itu adalah suatu sekolah yang kita tuju untuk mendaftar sebagai siswanya, maka tentu yang dipakai sebagai dasar seleksi penerimaan dan penolakan siswanya adalah 100 % aturan dan ketentuan yang dibuat oleh sekolah tersebut. Jika kita ingin diterima sebagai siswanya, maka kita harus menghilangkan pendapat pribadi dan harus berusaha memenuhi persyaratan yang diajukan sekolah tersebut.

Misalnya kita berpendapat bahwa foto yang dikumpulkan adalah pas foto terbaru seluruh badan berwarna. Dengan pertimbangan bahwa foto terbaru akan membawa identitas terbaru dan seluruh badan akan menunjukkan bahwa tidak ada cacat ataupun segala sesuatu yang disembunyikan. Namun kalau sekolah tersebut di dalam pengumumannya mewajibkan yang dikumpulkan adalah foto hitam putih 4 X 6, maka sengotot apapun kita, seberapapun kita yakin akan pendapat kita tentunya tak akan dianggap oleh sekolah tersebut meski kita punya alasan 'logis bagi kita.

Begitu juga negeri akherat. Yang akan dipakai standard menerima kita apakah masuk surga atau neraka tentu adalah aturan dari Allah selaku pemiliknya. Maka marilah kita mengesampingkan ego kita, kita dalami apa yang diajarkan Allah melalui rasulnya untuk kemudian kita bisa bersikap arif terhadap segala masalah hidup dan kehidupan untuk dinilai berdasar standard Allah.

Oke?

No comments:

Post a Comment

Blog ini bukan untuk debat, saling menjatuhkan, saling mengejek dan berkomentar yang kurang baik. Ini adalah sebagai tambahan pengetahuan dan ajang untuk saling mengerti. Allah yubarik fik

Back to top