Nama aslinya: Umar bin Khattab
Lahir: 579M
Wafat: 3 November 644M
Masa jabatan Khalifah: 23 Agustus 634M – 03 November 644M
Umar memiliki garis keturunan Umar bin Khattab bin Nafiel bin Abdul Uzza atau lebih dikenal dengan Umar Bin Khattab ra. Umar Lahir pada tahun 581M dan wafat pada tahun November 644 M. Umar Bin Khattab ra. adalah salah seorang sahabat Nabi Muhammad saw yang juga adalah khalifah kedua Islam (634M-644M). Umar juga merupakan satu diantara empat orang Khalifah yang digolongkan sebagai Khalifah yang diberi petunjuk (Khulafaur Rasyidin).
Umar dilahirkan di kota Mekkah dari suku Bani Adi, salah satu rumpun suku Quraisy, suku terbesar di kota Mekkah saat itu. Keluarga Umar ra. keluarga kelas menengah, Ayahnya bernama Khattab bin Nufail Al Shimh Al Quraisyi dan ibunya Hantamah binti Hasyim. Umar memiliki julukan yang diberikan oleh Nabi Muhammad saw yaitu Al-Faruq yang berarti orang yang bisa memisahkan antara kebenaran dan kebatilan.
Di masa mudanya, Umar ra. Kesederhanaan nta ayahnya di dataran dekat Mekkah. Ayahnya terkenal karena kecerdasannya antara sukunya. Dia adalah seorang pedagang kelas tinggi dan merupakan seorang pria dengan emosional musyrik kejam yang sering memperlakukan Umar buruk. Seperti pernyataan Umar sendiri mengenai ayahnya selama kekuasaan politik di kemudian hari, Umar mengatakan, "Ayah saya, Al-Khattab adalah orang yang kejam sering memaksa saya bekerja keras; Jika saya tidak bekerja dia sering memukul saya dan dia pernah membuat saya bekerja hingga kelelahan".
Meskipun baca-tulis jarang terjadi di Arab pra-Islam, Umar belajar membaca dan menulis di masa mudanya. Meskipun bukan penyair sendiri, ia mengembangkan minat untuk puisi dan sastra. Menurut tradisi Quraish, Umar belajar seni bela diri, berkuda dan gulat. Dia tinggi, kuat secara fisik dan segera menjadi pegulat terkenal. Umar juga seorang orator berbakat, dan karena kecerdasan dan kepribadian yang luar biasa, ia menggantikan ayahnya sebagai penengah konflik antara suku-suku.
Masuk Islam
Pada suatu hari, puncak kebencian terhadap ajaran Muhammad saw, Umar bin Khattab ra. memutuskan untuk mencoba membunuh Muhammad, namun saat dalam perjalanannya ia bertemu dengan salah seorang pengikut Muhammad saw bernama Nu'aim bin Abdullah yang memberi kabar bahwa saudara perempuan Umar bin Khattab ra. masuk Islam, ajaran yang dibawa oleh Nabi Muhammad saw yang ingin dibunuhnya saat itu. Nu `aim bin Abdullah al 'Adawi adalah seorang laki-laki dari Bani Zuhrah.
Nu `aim bin Abdullah itu berkata kepada Umar bin Khattab ra., "Mau kemana wahai Umar?"
Umar Bin Khattab ra. menjawab, "Aku ingin membunuh Muhammad."
Lelaki tadi berkata, "Bagaimana kamu akan aman dari Bani Hasyim dan Bani Zuhrah, kalau kamu membunuh Muhammad?"
Maka Umar bin Khattab ra. menjawab, "Tidaklah aku melihatmu melainkan kamu telah meninggalkan agama nenek moyangmu."
Tapi Nu `aim bin Abdullah tadi menimpali, "Maukah aku tunjukkan yang lebih mencengangkanmu, hai Umar? Sesungguhnya adik perempuanmu dan iparmu telah meninggalkan agama yang kamu yakini." Karena berita itu, Umar terkejut dan pulang ke rumahnya dengan maksud untuk menghukum adiknya.
Kemudian dia bergegas mendatangi adiknya yang sedang belajar Al Qur'an, surat Thaha kepada Khabab bin Al Arats. Umar Bin Khattab ra. masuk rumahnya dan menanyakan suara yang didengarnya, kemudian adik perempuan Umar Bin Khattab ra. dan suaminya berkata, "Kami tidak sedang membicarakan apa-apa."
Umar Bin Khattab ra. menimpali, "Sepertinya kalian telah keluar dari agama nenek moyang kalian."
Iparnya menjawab, "Wahai Umar, apa pendapatmu jika kebenaran itu bukan berada pada agamamu?"
Mendengar ungkapan tersebut Umar Bin Khattab ra. memukulnya sampai terluka dan berdarah, karena tetap saja saudaranya itu mempertahankan agama Islam yang dianutnya, Umar Bin Khattab ra. berputus asa dan menyesal melihat darah mengalir pada iparnya.
Umar Bin Khattab ra. berkata, "Berikan kitab yang ada pada kalian kepadaku, aku ingin membacanya."
Maka adik perempuannya berkata, "Kamu itu kotor. Tidak bisa menyentuh kitab itu kecuali orang yang bersuci. Mandilah dan berwudhulah terlebih dahulu!" lantas Umar Bin Khattab ra. mandi dan berwudhu kemudian mengambil kitab yang ada pada adik perempuannya. Ketika Umar ra. membaca surat Thaha, dia memuji dan muliakan isinya, kemudian minta diantar pada Rasulullah saw.
Mendengar perkataan Umar bin Khattab ra., Khabab berkata, "Aku akan beri kabar gembira kepadamu, wahai Umar! Aku berharap engkau adalah orang yang didoakan Rasulullah pada malam Kamis, "Ya Allah, muliakan Islam dengan Umar bin Khatthab atau Abu Jahl (Amru) bin Hisyam. "Waktu itu, Rasulullah berada di sebuah rumah di daerah Shafa."
Umar Bin Khattab ra. mengambil pedangnya dan menuju rumah tersebut, kemudian mengetuk pintunya. Ketika ada salah seorang melihat Umar Bin Khattab ra. datang dengan pedang terhunus dari celah pintu rumahnya, dikabarkannya kepada Rasulullah saw. Lantas mereka berkumpul. Hamzah bin Abdul Muthalib bertanya, "Ada apa kalian?" Mereka menjawab, "Umar datang" Hamzah bin Abdul Muthalib berkata, "Bukalah pintunya, kalau dia menginginkan kebaikan, maka kita akan menerimanya, tetapi kalau menginginkan kejelekan, maka kita akan membunuhnya dengan pedangnya." Kemudian Nabi Muhammad saw menemui Umar Bin Khattab ra. dan berkata kepadanya. "Ya Allah, ini adalah Umar bin Khattab. Ya Allah, muliakan Islam dengan Umar bin Khattab."
Dan dalam riwayat lain: "Ya Allah, kuatkanlah Islam dengan Umar." Seketika itu pula Umar Bin Khattab ra. bersyahadat dan orang-orang yang berada di rumah tersebut bertakbir engan keras. Menurut pengakuannya dia adalah orang yang ke-40 masuk Islam.
Kejayaan Bersama Umar
Abdullah bin Mas'ud berkomentar, "Kami senantiasa berada dalam kejayaan semenjak Umar Bin Khattab ra. masuk Islam." Setelah Umar Bin Khattab ra. menyatakan memeluk Islam, hampir seisi Mekkah terkejut karena seseorang yang terkenal paling keras menentang Nabi Muhammad saw kemudian memeluk ajarannya, akibatnya Umar Bin Khattab ra. dikucilkan dari pergaulan Mekkah dan ia menjadi kurang atau tidak dihormati lagi oleh para petinggi Quraisy yang selama ini diketahui selalu membelanya.
Keislaman beliau telah memberikan andil besar untuk perkembangan dan kesuksesan Islam. Beliau adalah pemimpin yang adil, bijaksana, tegas, disegani, dan selalu memperhatikan urusan kaum muslimin. Pemimpin yang menegakkan ketauhidan dan keimanan, merobohkan kesyirikan dan kekufuran, menghidupkan sunnah dan mematikan bid'ah. Beliau adalah orang yang paling baik dan paling berilmu tentang al-Kitab dan as-Sunnah setelah Abu Bakar As Siddiq ra.
Pada tahun 622 M, Umar Bin Khattab ra ikut bersama Nabi Muhammad saw dan pemeluk Islam lain hijrah (migrasi) ke Yatsrib (sekarang Madinah). Ia juga terlibat pada perang Badar, Uhud, Khaybar dan penyerangan ke Suriah.
Pada tahun 625, putrinya (Hafsah) menikah dengan Nabi Muhammad saw. Ia dianggap sebagai seorang yang paling disegani oleh kaum Muslim pada masa itu karena selain reputasinya yang memang terkenal sejak masa pra-Islam, juga karena ia dikenal sebagai orang terdepan yang selalu membela Nabi Muhammad saw dan ajaran Islam di setiap kesempatan yang ada bahkan ia tanpa ragu melawan kawan-kawan lamanya yang dulu bersama mereka ikut menyiksa Nabi Muhammad saw dan para pengikutnya.
Pada saat kabar kematian Nabi Muhammad SAW, pada 8 Juni 632 M (12 Rabiul Awal, 10 Hijriah) di Madinah sampai kepada umat Muslim secara keseluruhan, Umar dikabarkan sebagai salah seorang yang paling terguncang atas peristiwa itu, ia menghambat siapapun memandikan atau menyiapkan jasadnya untuk pemakaman. Akibat syok yang ia terima, Umar Bin Khattab ra bersikeras bahwa Muhammad saw tidaklah wafat melainkan hanya sedang tidak sadarkan diri, dan akan sadar sewaktu-waktu.
Abu Bakar ra yang mendengar kabar bergegas kembali dari Madinah, Ia menemukan Umar Bin Khattab ra. sedang menahan Muslim yang lain dan lantas mengatakan "Saudara-saudara! Barangsiapa mau menyembah Muhammad, Muhammad sudah meninggal. Tetapi barangsiapa mau menyembah Allah, Allah hidup selalu tak pernah mati. "! Abu Bakar ra. mengingatkan kepada para pemeluk Islam yang sedang terguncang, termasuk Umar saat itu, bahwa Nabi Muhammad, seperti halnya mereka, adalah seorang manusia biasa, Abu Bakar ra. kemudian membacakan ayat dari Al Qur'an yang mencoba untuk mengingatkan mereka kembali kepada ajaran yang diajarkan Nabi Muhammad saw yaitu kefanaan makhluk yang diciptakan. Setelah peristiwa itu Umar Bin Khattab ra. menyerah dan membiarkan persiapan penguburan dilaksanakan.
Sebagai Khalifah ke Dua
Pada masa Abu Bakar ra menjabat sebagai khalifah, Umar Bin Khattab ra. merupakan salah satu penasehat kepalanya. Setelah Abu Bakar ra meninggal pada tahun 634, Umar ditunjuk untuk menggantikannya sebagai khalifah kedua dalam sejarah Islam. Kepemimpinan Umar Bin Khattab ra. tak seorang pun yang dapat meragukannya. Seorang tokoh besar setelah Rasulullah SAW dan Abu Bakar As-Siddiq ra. Pada masa kepemimpinannya kekuasaan islam bertambah luas. Beliau berhasil menaklukkan Persia, Mesir, Syam, Irak, Burqah, Tripoli bagian barat, Azerbaijan, Jurjan, Basrah, Kufah dan Kairo.
Dalam masa kepemimpinan 10 tahun Umar Bin Khattab ra. itu, penaklukan-penaklukan penting dilakukan Islam. Tak lama sesudah Umar Bin Khattab ra. memegang tampuk kekuasaan sebagai khalifah, pasukan Islam menduduki Suriah dan Palestina, yang kala itu menjadi bagian Kekaisaran Byzantium.
Dalam pertempuran Yarmuk (636), pasukan Islam berhasil memukul habis kekuatan Byzantium. Damaskus jatuh pada tahun itu juga, dan Darussalam menyerah dua tahun kemudian. Menjelang tahun 641, pasukan Islam telah menguasai seluruh Palestina dan Suriah, dan terus menerjang maju ke daerah yang kini bernama Turki. Tahun 639, pasukan Islam menyerbu Mesir yang juga saat itu di bawah kekuasaan Byzantium. Dalam tempo tiga tahun, penaklukan Mesir diselesaikan dengan sempurna.
Penyerangan Islam terhadap Irak yang saat itu berada di bawah kekuasaan Kekaisaran Persia telah mulai bahkan sebelum Umar Bin Khattab ra naik jadi khalifah. Kunci kemenangan Islam terletak pada pertempuran Qadisiyyah tahun 636 H. Pasukan Islam dalam jumlah kecil mendapatkan kemenangan atas pasukan Persia dalam jumlah yang lebih besar pada pertempuran Qadisiyyah, di dekat sungai Eufrat. Pada pertempuran itu, jenderal pasukan Islam yakni Sa`ad bin Abi Waqqash mengalahkan tim Sassania dan berhasil membunuh jenderal Persia yang terkenal, Rustam Farrukhzad.
Pada tahun 637 M, setelah pengepungan yang lama terhadap Yerusalem, pasukan Islam akhirnya mengambil alih kota tersebut. Umar diberikan kunci untuk memasuki kota oleh pendeta Sophronius dan diundang untuk shalat di dalam gereja (Church of the Holy Sepulchre). Umar memilih untuk shalat ditempat lain agar tidak membahayakan gereja tersebut. 55 tahun kemudian, Masjid Umar didirikan ditempat ia shalat.
Menjelang tahun 641, seseluruh Irak sudah berada di bawah pengawasan Islam. Dan bukan hanya itu, pasukan Islam bahkan menyerbu langsung Persia dan dalam pertempuran Nehavend (642), mereka secara menentukan mengalahkan sisa terakhir kekuatan Persia. Menjelang wafatnya Umar Bin Khattab ra. di tahun 644, sebagian besar daerah barat Iran sudah terkuasai sepenuhnya. Gerakan ini tidak berhenti tatkala Umar Bin Khattab ra. wafat. Di bagian timur mereka dengan cepat menaklukkan Persia dan bagian barat mereka mendesak terus dengan pasukan menyeberang Afrika Utara.
Kepemimpinan Umar bin Khothob ra
Selain pemberani, Umar Bin Khattab ra juga seorang yang cerdas. Dalam masalah ilmu diriwayatkan oleh Al Hakim dan Thabrani dari Ibnu Mas'ud berkata, "Seandainya ilmu Umar Bin Khattab ra diletakkan pada tepi timbangan yang satu dan ilmu seluruh penghuni bumi diletakkan pada tepi timbangan yang lain, niscaya ilmu Umar Bin Khattab ra. lebih berat dibandingkan ilmu mereka".
Umar Bin Khattab ra.melakukan banyak reformasi secara administratif dan mengontrol dari dekat kebijakan publik, termasuk membangun sistem administrasi untuk daerah yang baru ditaklukkan. Ia juga memerintahkan diselenggarakannya sensus di seluruh wilayah kekuasaan Islam. Tahun 638 M, ia memerintahkan untuk memperluas dan merenovasi Masjidil Haram di Mekkah dan Masjid Nabawi di Medinah. Ia juga memulai proses kodifikasi hukum Islam.
Dengan kecerdasannya beliau menelurkan konsep-konsep baru, seperti menghimpun Al Qur'an dalam bentuk mushaf, menetapkan tahun hijriyah sebagai kalender umat Islam, membentuk kas negara (Baitul Maal), menyatukan orang-orang yang melakukan sholat sunah tarawih dengan satu imam, menciptakan lembaga peradilan, membentuk lembaga perkantoran, membangun balai pengobatan, membangun akomodasi, memanfaatkan kapal laut untuk perdagangan, menetapkan hukuman cambuk bagi peminum "khamr" (minuman keras) sebanyak 80 kali cambuk, mencetak mata uang dirham, audit bagi para pejabat serta pegawai dan juga konsep yang lainnya.
Namun dengan begitu ia tidak menjadi congkak dan tinggi hati. Justru beliau seorang pemimpin yang zuhud lagi wara. Ia berusaha untuk mengetahui dan memenuhi kebutuhan rakyatnya. Dalam satu riwayat Qatadah berkata, "Pada suatu hari Umar Bin Khattab ra. memakai jubah yang terbuat dari bulu domba yang sebagiannya dipenuhi dengan tambalan dari kulit, padahal waktu itu beliau adalah seorang khalifah, sambil memikul jagung ia lantas berjalan mendatangi pasar untuk menjamu orang-orang." Abdullah, putranya berkata, "Umar Bin Khattab ra berkata, "Seandainya ada anak kambing yang mati di tepian sungai Eufrat, maka umar merasa takut diminta pertanggung jawaban oleh Allah SWT."
Beliaulah yang lebih dahulu lapar dan yang paling terakhir kenyang, Ia berjanji tidak akan makan minyak samin dan daging hingga seluruh kaum muslimin kenyang memakannya. Tidak diragukan lagi, khalifah Umar Bin Khattab ra. adalah seorang pemimpin yang arif, bijaksana dan adil dalam mengendalikan roda pemerintahan. Bahkan ia rela keluarganya hidup dalam serba kekurangan demi menjaga kepercayaan masyarakat kepadanya tentang pengelolaan kekayaan negara. Bahkan Umar Bin Khattab ra. sering terlambat shalat Jum'at hanya menunggu bajunya kering, karena dia hanya memiliki dua baju.
Umar Bin Khattab ra. dikenal dari gaya hidupnya yang sederhana, alih-alih mengadopsi gaya hidup dan penampilan para penguasa di zaman itu, ia tetap hidup sangat sederhana. Kebijaksanaan dan keadilan Umar Bin Khattab ra. ini dilandasi oleh kekuatirannya terhadap rasa tanggung jawabnya kepada Allah SWT.
Kesederhanaan Umar bin Khothob ra
Hurmuzan dan Sayyidina Umar bin Khattab r.a
Dengan ditemani Sayyidina Anas Bin Malik, Hurmuzan datang dengan kebesaran dan kemegahannya. Dengan diikuti pemuka-pemuka terkenal dan seluruh anggota keluarganya, Hurmuzan memasuki Madinah dengan menampilkan keagungan dan kemuliaan seorang raja. Perhiasan yang bertatah permata melekat di dahi. Sementara mantel sutra yang mewah menutupi pundaknya.Sementara itu sebilah pedang bengkok dengan hiasan batu-batu mulia menggantung disabuknya. Ia bertanya-tanya dimana Amirul Mu’minin bertempat tinggal. Ia membayangkan bahwa Khalifah Umar bin Khattab yang kemasyhurannya tersebar keseluruh dunia pasti tinggal di Istana yang sangat megah.
Sampai di Madinah mereka langsung menuju tempat kediaman Umar. Tetapi mereka diberitahu bahwa Umar sudah pergi ke Masjid sedang menerima delegasi dari Kufah. Mereka pun bergegas ke Masjid. Tetapi tidak juga bertemu Umar. Melihat rombongan itu, anak-anak di Madinah mengerti maksud kedatangan mereka. Lalu diberitahukan bahwa Amirul Mu’minin sedang tidur di beranda kanan masjid dengan menggunakan mantelnya sebagai bantal seorang diri. Betapa terkejutnya Hurmuzan, ketika ditunjukan bahwa Umar adalah lelaki yang berpakaian seadanya yang tidur di Masjid itu. Hurmuzan beserta rombongannya nyaris tak percaya, tetapi memang itulah kenyataannya.
Sambil berdecak kagum Hurmuzan mengatakan, “Engkau, wahai Umar, telah memerintah dengan adil, lalu engkau aman dan engkau pun bisa tidur dengan nyaman”.
Tunjangan Untuk Khalifah Umar bin Khattab
Tatkala ‘Umar ibn al-Khaththâb r.a. diangkat menjadi Khalifah, ditetapkanlah baginya tunjangan sebagaimana yang pernah diberikan kepada Khalifah sebelumnya, yaitu Abû Bakar r.a. Pada suatu saat, harga-harga barang di pasar mulai merangkak naik. Tokoh-tokoh Muhajirin seperti ‘Utsmân, ‘Alî, Thalhah, dan Zubair berkumpul serta menyepakati sesuatu. Di antara mereka ada yang berkata, “Alangkah baiknya jika kita mengusulkan kepada ‘Umar agar tunjangan hidup untuk beliau dinaikkan. Jika ‘Umar menerima usulan ini, kami akan menaikkan tunjangan hidup beliau.”‘
Alî kemudian berkata, “Alangkah bagusnya jika usulan seperti ini diberikan pada waktu-waktu yang telah lalu.”Setelah itu, mereka berangkat menuju rumah ‘Umar. Namun, Utsmân menyela seraya berkata, “Sebaiknya usulan kita ini jangan langsung disampaikan kepada ‘Umar. Lebih baik kita memberi isyarat lebih dulu melalui puteri beliau, Hafshah. Sebab, saya khawatir, ‘Umar akan murka kepada kita.”Mereka lantas menyampaikan usulan tersebut kepada Hafshah seraya memintanya untuk bertanya kepada ‘Umar, yakni tentang bagaimana pendapatnya jika ada seseorang yang mengajukan usulan mengenai penambahan tunjangan bagi Khalifah ‘Umar.“Apabila beliau menyetujuinya, barulah kami akan menemuinya untuk menyampaikan usulan tersebut. Kami meminta kepadamu untuk tidak menyebutkan nama seorang pun di antara kami,” demikian kata mereka.Ketika Hafshah menanyakan hal itu kepada ‘Umar, beliau murka seraya berkata, “Siapa yang mengajari engkau untuk menanyakan usulan ini?” Hafshah menjawab, “Saya tidak akan memberitahukan nama mereka sebelum Ayah memberitahukan pendapat Ayah tentang usulan itu.
Umar kemudian berkata lagi, “Demi Allah, andaikata aku tahu siapa orang yang mengajukan usulan tersebut, aku pasti akan memukul wajah orang itu.”Setelah itu, ‘Umar balik bertanya kepada Hafshah, istri Nabi saw., “Demi Allah, ketika Rasulullah saw. masih hidup, bagaimanakah pakaian yang dimiliki oleh beliau di rumahnya?”Hafshah menjawab, “Di rumahnya, beliau hanya mempunyai dua pakaian. Satu dipakai untuk menghadapi para tamu dan satu lagi untuk dipakai sehari-hari.” ‘Umar bertanya lagi, “Bagaimana makanan yang dimiliki oleh Rasulullah?” Hafshah menjawab, “Beliau selalu makan dengan roti yang kasar dan minyak samin.”‘Umar kembali bertanya, “Adakah Rasulullah mempunyai kasur di rumahnya?”Hafshah menjawab lagi, “Tidak, beliau hanya mempunyai selimut tebal yang dipakai untuk alas tidur di musim panas. Jika musim dingin tiba, separuhnya kami selimutkan di tubuh, separuhnya lagi digunakan sebagai alastidur.”‘Umar kemudian melanjutkan perkataannya, “Hafshah, katakanlah kepada mereka, bahwa Rasulullah saw. selalu hidup sederhana.
Kelebihan hartanya selalu beliau bagikan kepada mereka yang berhak. Oleh karena itu, aku punakan mengikuti jejak beliau. Perumpamaanku dengan sahabatku—yaitu Rasulullah dan Abû Bakar—adalah ibarat tiga orang yang sedang berjalan. Salah seorang di antara ketiganya telah sampai di tempat tujuan, sedangkanyang kedua menyusul di belakangnya. Setelah keduanya sampai, yang ketiga pun mengikuti perjalanan keduanya. Ia menggunakan bekal kedua kawannya yangterdahulu. Jika ia puas dengan bekal yang ditinggalkan kedua kawannya itu, ia akan sampai di tempat tujuannya, bergabung dengan kedua kawannya yang telah tiba lebih dahulu. Namun, jika ia menempuh jalan yang lain, ia tidak akan bertemu dengan kedua kawannya itu di akhirat.”
Sayyidina Umar dan Rakyat Yang Kelaparan
Suatu malam, Sang Khalifah menemukan sebuah gubuk kecil yang dari dalamnya nyaring terdengar suara tangis anak-anak. Umar mendekat dan memerhatikan dengan seksama keadaan gubuk itu. Ia dapat melihat ada seorang ibu yang dikelilingi anak-anaknya.Ibu itu kelihatan sedang memasak sesuatu. Tiap kali anak-anaknya menangis, sang Ibu berkata, “Tunggulah! Sebentar lagi makanannya akan matang.”
Selagi Umar memerhatikan di luar, sang ibu terus menenangkan anak-anaknya dan mengulangi perkataannya bahwa makanan sebentar lagi akan matang.Umar menjadi penasaran.
Setelah memberi salam dan meminta izin, dia memasuki gubuk itu dan bertanya kepada sang ibu, “Mengapa anak-anak Ibu tak berhenti menangis?”
“Itu karena mereka sangat lapar,” jawab si ibu.
“Mengapa tidak ibu berikan makanan yang sedang Ibu masak sedari tadi itu?”
“Tidak ada makanan. Periuk yang sedari tadi saya masak hanya berisi batu untuk mendiamkan anak-anak. Biarlah mereka berpikir bahwa periuk itu berisi makanan. Mereka akan berhenti menangis karena kelelahan dan tertidur.”
“Apakah Ibu sering berbuat begini?” tanya Umar ingin tahu.
“Ya. Saya sudah tidak memiliki keluarga ataupun suami tempat saya bergantung. Saya sebatang kara,” jawab si ibu datar, berusaha menyembunyikan kepedihan hidupnya.
“Mengapa Ibu tidak meminta pertolongan kepada Khalifah? Sehingga beliau dapat menolong Ibu beserta anak-anak Ibu dengan memberikan uang dari Baitul Mal? Itu akan sangat membantu kehidupan ibu dan anak-anak,” nasihat Umar.
“Khalifah telah berbuat zalim kepada saya,” jawab si ibu.
“Bagaimana Khalifah bisa berbuat zalim kepada ibu?” sang Khalifah ingin tahu.
“Saya sangat menyesalkan pemerintahannya. Seharusnya ia melihat kondisi rakyatnya dalam kehidupan nyata. Siapa tahu, ada banyak orang yang senasib dengan saya.”
Umar berdiri dan berkata, “Tunggu sebentar, Bu. Saya akan segera kembali!”
Pada malam yang telah larut itu, Umar segera bergegas ke Madinah, menuju Baitul Mal. Ia segera mengangkat sekarung gandum yang besar di pundaknya. Abbas, sahabatnya membantu membawa minyak samin untuk memasak.
Maka, ketika Khalifah menyerahkan sekarung gandum yang besar kepada si ibu beserta anak-anaknya yang miskin, bukan main gembiranya mereka menerima bahan makanan dari lelaki yang tidak dikenal ini. Umar berpesan agar ibu itu datang menemui Khalifah keesokan harinya untuk mendaftarkan dirinya dan anak-anaknya di Baitul Mal.
Setelah keesokan harinya, ibu dan anak-anaknya pergi untuk menemui Khalifah. Dan betapa sangat terkejutnya si ibu begitu menyaksikan bahwa lelaki yang telah menolongnya tadi malam adalah Khalifahnya sendiri, Khalifah Umar bin Khattab.
Segera saja si ibu minta maaf atas kekeliruannya yang telah menilai bahwa khalifahnya zalim terhadapnya. Namun Sang Khalifah tetap mengaku bahwa dirinyalah yang telah bersalah.
Berbicara Dalam Gelap
Umar bin Khattab tidak saja di kenal sebagai khalifah yang berwibawa, tapi juga sederhana dan merakyat. Untuk mengetahui keadaan rakyatnya, Umar tak segan-segan menyamar jadi rakyat biasa.
Ia sering berjalan-jalan ke pelosok desa seorang diri. Pada saat seperti itu tak seorang pun mengenalinya bahwa ia sesungguhnya kepala pemerintahan. Kalau ia menjumpai rakyatnya sedang kesusahan, ia pun segera memberi bantuan.
Umar sadar, apa yang ada di tangannya saat itu bukanlah miliknya melainkan milik rakyat. Untuk itu Umar melarang keras anggota keluarganya berfoya-foya. Ia selalu berhemat dalam menggunakan keperluannya sehari-hari. Karena hematnya, untuk menggunakan lampu saja keluarga amirulmukminin ini amat berhati-hati. Lampu minyak itu baru dinyalakan bila ada pembicaraan penting. Jika tidak, lebih baik tidak pakai lampu.
“Anak-anakku, lebih baik kita bicara dalam gelap. Sebab, minyak yang digunakan untuk menyalakan lampu ini milik rakyat!” sahut khalifah ketika anaknya ingin bicara di tengah malam.
Menggali Parit Seorang Diri
Dalam hidupnya, Umar senantiasa memegang teguh amanat yang diembankan rakyat di pundaknya. Pribadi Umar yang begitu mulia terdengar dimana-mana. Seluruh rakyat sangat menghormatinya. Rupanya, cerita tentang keagungan Khalifah Umar ini terdengar pula oleh seorang raja negara tetangga. Raja tertarik dan ingin sekali bertemu dengan Umar.
Maka pada suatu hari dipersiapkanlah tentara kerajaan untuk mengawalnya berkunjung ke pemerintahan Umar. Ketika raja itu sampai di gerbang kota Madinah, dilihatnya seorang lelaki sedang sibuk menggali parit dan membersihkan got di pinggir jalan. Lalu, di panggilnya laki-laki itu.
“Wahai saudaraku!” seru raja sambil duduk di atas pelana kuda kebesarannya.
“Bisakah kau menunjukkan di mana letak istana dan singgasana Umar?” tanyanya kemudian. Lelaki itu segera menghentikan pekerjaannya. Lalu, ia memberi hormat.
“Wahai Tuan, Umar manakah yang Tuan maksudkan?” si penggali parit balik bertanya.
"Umar bin Khattab kepala pemerintahan kerajaan Islam yang terkenal bijaksana dan gagah berani,” kata raja.
Lelaki penggali parit itu tersenyum. “Tuan salah terka. Umar bin Khattab kepala pemerintahan Islam sebenarnya tidak punya istana dan singgasana seperti yang tuan duga. Ia orang biasa seperti saya,” terang si penggali parit,”.
“Ah benarkah? Mana mungkin kepala pemerintahan Islam yang terkenal agung seantero negeri itu tak punya istana?” raja itu mengerutkan dahinya.
“Tuan tidak percaya? Baiklah, ikuti saya,” sahut penggali parit itu.
Lalu diajaknya rombongan raja itu menuju “istana” Umar. Setelah berjalan menelusuri lorong-lorong kampung, pasar, dan kota, akhirnya mereka tiba di depan sebuah rumah sederhana. Diajaknya tamu kerajaan itu masuk dan dipersilakannya duduk. Penggali parit itu pergi ke belakang dan ganti pakaian. Setelah itu ditemuinya tamu kerajaan itu.
“Sekarang antarkanlah kami ke kerajaan Umar!”kata raja itu tak sabar.
Penggali parit tersenyum. “Tuan raja, tadi sudah saya katakan bahwa Umar bin Khattab tidak mempunyai kerajaan. Bila tuan masih juga bertanya di mana letak kerajaan Umar itu, maka saat ini juga tuan-tuan sedang berada di dalam istana Umar!”
Hah?!” Raja dan para pengawalnya terbelalak. Tentu saja mereka terkejut. Sebab, rumah yang di masukinya itu tidak menggambarkan sedikitpun sebagai pusat kerajaan. Meski rumah itu tampak bersih dan tersusun rapi, namun sangat sederhana.
Rupanya raja tak mau percaya begitu saja. Ia pun mengeluarkan pedangnya.
Lalu berdiri sambil mengacungkan pedangnya.
“Jangan coba-coba menipuku! Pedang ini bisa memotong lehermu dalam sekejap!” ancamnya melotot.
Penggali parit itu tetap tersenyum. Lalu dengan tenangnya, ia pun berdiri.” Di sini tidak ada rakyat yang berani berbohong. Bila ada, maka belum bicara pun pedang telah menebas lehernya. Letakkanlah pedang Tuan. Tak pantas kita bertengkar di istana Umar,” kata penggali parit. Dengan tenang ia memegang pedang raja dan memasukkannya kembali pada sarungnya.
Raja terkesima melihat keberanian dan ketenangan si penggali parit. Antara percaya dan tidak, dipandanginya wajah penggali parit itu. Lantas, ia menebarkan kembali pandangannya menyaksikan “istana” Umar itu. Muncullah pelayan-pelayan dan pengawal-pengawal untuk menjamu mereka dengan upacara kebesaran. Namun, raja itu belum juga percaya.
“Benarkah ini istana Umar?”tanyanya pada pelayan-pelayan.
“Betul, Tuanku, inilah istana Umar bin Khattab,” jawab salah seorang pelayan.
“Baiklah,” katanya. Raja memang harus mempercayai ucapan pelayan itu.
“Tapi, dimanakah Umar? Tunjukkan padaku, aku ingin sekali bertemu dengannya dan bersalaman dengannya!” ujar sang raja.
Dengan sopan pelayan itu pun menunjuk ke arah lelaki penggali parit yang duduk di hadapan raja.” Yang duduk di hadapan Tuan adalah Khalifah Umar bin Khattab” sahut pelayan itu.
“Hah?!” Raja kini benar-benar tercengang. Begitu pula para pengawalnya.
“Jad…jadi, anda Khalifah Umar itu…?” tanya raja dengan tergagap.
Si penggali parit mengangguk sambil tersenyum ramah.
“Sejak kita pertemu pertama kali di pintu gerbang kota Madinah, sebenarnya Tuan sudah berhadapan dengan Umar bin Khattab!” ujarnya dengan tenang.
Kemudian raja itu pun langsung menubruk Umar dan memeluknya erat sekali. Ia sangat terharu bahkan menangis melihat kesederhanaan Umar. Ia tak menyangka, Khalifah yang namanya disegani di seluruh negeri itu, ternyata rela menggali parit seorang diri di pinggir kota.
Sejak itu, raja selalu mengirim rakyatnya ke kota Madinah untuk mempelajari agama Islam.
Makanan Enak Untuk Khalifah
Kisah Umar bin Khattab bisa menjadi cermin bagi kita. Ketika Utbah bin Farqad, Gubernur Azerbaijan, di masa pemerintahan Umar bin Khattab disuguhi makanan oleh rakyatnya. Kebiasaan yang lazim kala itu. Dengan senang hati gubernur menerimanya seraya bertanya “Apa nama makanan ini?”. “Namanya Habish, terbuat dari minyak samin dan kurma”, jawab salah seorang dari mereka.
Sang Gubernur segera mencicipi makanan itu. Sejenak kemudian bibirnya menyunggingkan senyum. “Subhanallah” Betapa manis dan enak makanan ini. Tentu kalau makanan ini kita kirim kepada Amirul Mukminin Umar bin Khattab di Madinah dia akan senang, ujar Utbah.
Kemudian ia memerintahkan rakyatnya untuk membuat makanan dengan kadar yang diupayakan lebih enak. Setelah makanan tersedia, sang gubenur memerintahkan anak buahnya untuk berangkat ke madinah dan membawa habish untuk Khaliofah Umar bin Khattab. Sang khalifahsegera membuka dan mencicipinya. “Makanan Apan ini?” tanya Umar.
“Makanan ini namanya Habish. Makanan paling lezat di Azerbaijan,” jawab salah seorang utusan.
“Apakah seluruh rakyat Azerbaijan bia menikmati makanan ini?’, tanya Umar lagi.
“Tidak. tidak semua bisa menikmatinya”, jawab utusan itu gugup
Wajah Khalifah langsung memerah pertanda marah. Ia segera memrintahkan kedua utusan itu untuk membawa kembali habish ke negrinya. Kepada Gubernurnya ia menulis surat "makanan semanis dan seselezat ini bukan dibuat dari uang ayah dan ibumu. Kenyangkan perut rakyatmu dengan makanan ini sebelum engkau mengenyangkan perutmu”
Wafat
Umar Bin Khattab ra. wafat karena sebab dibunuh oleh Abu Lu'luah (Fairuz), budak milik al-Mughirah bin Syu'bah, pada saat memimpin shalat Subuh. Fairuz adalah orang Persia yang masuk Islam, setelah Persia ditaklukkan Umar. Pembunuhan ini konon dilatarbelakangi dendam pribadi Abu Lukluk (Fairuz) terhadap Umar. Fairuz merasa sakit hati atas kekalahan Persia, yang saat itu merupakan negara adidaya oleh Umar. Peristiwa ini terjadi pada hari Rabu, 25 Dzulhijjah 23 H/644 M. Umar Bin Khattab ra dimakamkan di samping Nabi Muhammad saw dan Abu Bakar as Siddiq ra., beliau wafat dalam usia 63 tahun. Setelah kematiannya jabatan khalifah dipegang oleh Utsman bin Affan ra.
Sebelum wafat Umar berwasiat agar urusan khilafah dan pimpinan pemerintahan, dimusyawarahkan oleh enam orang yang telah mendapat ridha Nabi Muhammad saw. Mereka adalah Utsman bin Affan ra., Ali bin Abi Thalib ra., Thalhah bin Ubaidilah ra., Zubair bin Awwam ra., Sa'ad bin Abi Waqash ra., dan Abdurrahman bin Auf ra.
Umar menolak menetapkan salah seorang dari mereka, dengan berkata, "Aku tidak mau bertanggung
jawab selagi hidup sesudah mati. Kalau Allah menghendaki kebaikan bagi kalian, maka Allah akan melahirkannya atas kebaikan mereka (keenam orang itu) sebagaimana telah ditimbulkan kebaikan bagi kamu oleh Nabimu".
Ibnu Abi Syaibah, Abu Ubaidah, An-Nasa'y, Abu Ya'la, Al-Baihaqy dan Ibnu Hibban mentakhrij dari Umar bin Khatthab ra., Dia berkata, "Aku berwasiat kepada Khalifah sesudahku agar mengetahui hak orang-orang Muhajirin kelompok yang pertama dan agar menjaga kehormatan mereka. Aku juga berwasiat kepadanya untuk memperhatikan orang-orang Anshar yang telah menyediakan tempat tinggal dan beriman sejak sebelum kedatangan orang-orang Muhajirin, harus dia menerima kebaikan mereka dan memaafkan kesalahan-kesalahan mereka. Aku juga berwasiat kepadanya untuk berbuat baik kepada penduduk berbagai kota, karena mereka adalah penolong bagi Islam, pendukung dana dan penghadang musuh. Janganlah dia mengambil harta pun dari mereka kecuali harta yang berlebih dan menurut kerelaan mereka. Aku juga berwasiat agar dia berbuat baik kepada orang-orang badui, karena mereka merupakan asal mula bangsa Arab dan sumber Islam. Dia harus mengambil shadaqah dari orang-orang yang kaya dan membagikannya kepada orang-orang yang miskin. Aku juga berwasiat kepadanya agar memenuhi hak Ahli Dzhimmi seperti yang ditetapkan Allah dan Rasul-Nya, sesuai dengan perjanjian dengan mereka. Dia bisa memerangi orang-orang selain mereka, dan tidak membebankan kepada mereka kecuali menurut kesanggupan mereka."
Saat Umar masih hidup, Umar meninggalkan wasiat yaitu :
- Jika engkau menemukan cela pada seseorang dan kamu ingin mencacinya, maka cacilah dirimu, karena celamu lebih banyak darinya.
- Bila engkau hendak memusuhi seseorang, maka musuhilah perutmu dahulu, karena tidak ada musuh yang lebih berbahaya terhadapmu selain perut.
- Bila engkau ingin memuji seseorang, pujilah Allah SWT, karena tidak seorang manusia pun lebih banyak dalam memberi kepadamu dan lebih santun lembut kepadamu selain Allah SWT.
- Jika engkau ingin meninggalkan sesuatu, maka tinggalkanlah kesenangan dunia, sebab saat engkau meninggalkannya, berarti engkau terpuji.
- Bila engkau bersiap-siap untuk sesuatu, maka bersiaplah untuk mati, karena jika engkau tidak bersiap untuk mati, engkau akan menderita, rugi dan penuh penyesalan.
- Bila engkau ingin menuntut sesuatu, maka tuntutlah akhirat. Karena engkau tidak akan memperolehnya kecuali dengan mencarinya.