Tawassul

Sebenarnya ada banyak sekali bahasan tantang hal ini, baik yang pro maupun kontra. Ini bukanlah menambah salah satu dari hal tersebut. Ini hanyalah suatu catatan kecil yang diambil dari pengalaman pribadi dan juga paparan dari para kyai NU di beberapa catatan. 

Ketika bicara masalah tawassul, dahulu pernah terbersit untuk sejenak meninggalkannya, terkait banyaknya pekerjaan yang sekarang saya tangani. Namun dalam dua hari berturut" nenek moyang dan para leluhur yang telah mendahului berdatangan lewat mimpi untuk mempertanyakan kenapa tawasulan bil fatihahnya kok berhenti. Mereka juga mengingatkan bahwa jika saya meninggalkan hal tersebut, jangan harap kelak anak cucuku akan ada yang mau mendoakan saya.

Akhirnya singkat kata, berjalanlah tradisi itu kembali seperti sedia kala. Dan karena ada beberapa teman meminta membahas ini, maka dari comot sana sini jadilah catatan ini. 

Ada teman menanyakan fasal tentang tawassul atau mendoakan melalui perantara orang yang sudah meninggal. "Apakah bertawasul/berdo'a dengan perantaraan orang yang sudah mati hukumnya haram atau termasuk syirik karena sudah meminta kepada sang mati (lewat perantaraan)? Saya gelisah, karena amalan ini banyak dilakukan oleh masyarakat di Indonesia. Apalagi dilakukan sebelum bulan Ramadhan dengan mengunjungi makam-makam wali dan lain-lain sehingga untuk mendo'akan orang tua kita yang sudah meninggal pun seakan terlupakan," katanya.

Tawassul secara bahasa artinya perantara dan mendekatkan diri. Disebutkan dalam firman Allah SWT:

"Hai orang-orang yang beriman, bertakwalah kepada Allah dan carilah jalan yang mendekatkan diri kepada-Nya, " (Al-Maidah:35). 

Pengertian tawassul sebagaimana yang dipahami oleh umat muslim selama ini bahwa tawassul adalah berdoa kepada Allah SWT melalui suatu perantara, baik perantara tersebut berupa amal baik kita ataupun melalui orang sholeh yang kita anggap mempunyai posisi lebih dekat kepada Allah SWT. Jadi tawassul merupakan pintu dan perantara doa untuk menuju Allah SWT. Tawassul merupakan salah satu cara dalam berdoa.

Banyak sekali cara untuk berdoa agar dikabulkan oleh Allah SWT, seperti berdoa di sepertiga malam terakhir, berdoa di Maqam Multazam, berdoa dengan didahului bacaan alhamdulillah dan shalawat dan meminta doa kepada orang sholeh. Demikian juga tawassul adalah salah satu usaha agar doa yang kita panjatkan diterima dan dikabulkan Allah SWT . Dengan demikian, tawasul adalah alternatif dalam berdoa dan bukan merupakan keharusan.

Para ulama sepakat memperbolehkan tawassul kepada Allah SWT dengan perantaraan amal sholeh, sebagaimana orang melaksanakan sholat, puasa dan membaca Al-Qur’an. Seperti hadis yang sangat populer diriwayatkan dalam hadits sahih yang menceritakan tentang tiga orang yang terperangkap di dalam gua, yang pertama bertawassul kepada Allah SWT atas amal baiknya terhadap kedua orang tuanya; yang kedua bertawassul kepada Allah SWT atas perbuatannya yang selalu menjahui perbuatan tercela walaupun ada kesempatan untuk melakukannya; dan yang ketiga bertawassul kepada Allah SWT atas perbuatannya yang mampu menjaga amanat terhadap harta orang lain dan mengembalikannya dengan utuh, maka Allah SWT memberikan jalan keluar bagi mereka bertiga.

Adapun yang menjadi perbedaan di kalangan ulama adalah bagaimana hukumnya bertawassul tidak dengan amalnya sendiri melainkan dengan seseorang yang dianggap sholeh dan mempunyai martabat dan derajat tinggi di mata Allah SWT. Sebagaimana ketika seseorang mengatakan: “Ya Allah SWT aku bertawassul kepada-Mu melalui nabi-Mu Muhammmad SAW atau Abu Bakar atau Umar dll”. Para ulama berbeda pendapat mengenai masalah ini.

Pendapat mayoritas ulama mengatakan boleh, namun beberapa ulama mengatakan tidak boleh. Akan tetapi kalau dikaji secara lebih detail dan mendalam, perbedaan tersebut hanyalah sebatas perbedaan lahiriyah bukan perbedaan yang mendasar karena pada dasarnya tawassul kepada dzat (entitas seseorang), adalah tawassul pada amal perbuatannya, sehingga masuk dalam kategori tawassul yang diperbolehkan oleh ulama’. 

Pendapat ini berargumen dengan prilaku (atsar) sahabat Nabi SAW:
“Dari Anas bin malik bahwa Umar bin Khattab ketika menghadapi kemarau panjang, mereka meminta hujan melalui Abbas bin Abdul Muttalib, lalu Umar berkata: "Ya Allah, kami telah bertawassul dengan Nabi kami SAW dan Engkau beri kami hujan, maka kini kami bertawassul dengan Paman Nabi kita SAW, maka turunkanlah hujan..”. maka hujanpun turun.” (HR. Bukhori).

Imam Syaukani mengatakan bahwa tawassul kepada Nabi Muhammad SAW ataupun kepada yang lain (orang shaleh), baik pada masa hidupnya maupun setelah meninggal adalah merupakan ijma’ para sahabat. "Ketahuilah bahwa tawassul bukanlah meminta kekuatan orang mati atau yang hidup, tetapi berperantara kepada keshalihan seseorang, atau kedekatan derajatnya kepada Allah SWT, sesekali bukanlah manfaat dari manusia, tetapi dari Allah SWT yang telah memilih orang tersebut hingga ia menjadi hamba yang shalih, hidup atau mati tak membedakan atau membatasi kekuasaan Allah SWT, karena ketakwaan mereka dan kedekatan mereka kepada Allah SWT tetap abadi walau mereka telah wafat."

Orang yang bertawassul dalam berdoa kepada Allah SWT menjadikan perantaraan berupa sesuatu yang dicintai-Nya dan dengan berkeyakinan bahwa Allah SWT juga mencintai perantaraan tersebut. Orang yang bertawassul tidak boleh berkeyakinan bahwa perantaranya kepada Allah SWT bisa memberi manfaat dan madlarat kepadanya. Jika ia berkeyakinan bahwa sesuatu yang dijadikan perantaraan menuju Allah SWT itu bisa memberi manfaat dan madlarat, maka dia telah melakukan perbuatan syirik, karena yang bisa memberi manfaat dan madlarat sesungguhnya hanyalah Allah SWT semata. 

Jadi sejatinya tawassul adalah berdoa kepada Allah SWT melalui suatu perantara, baik perantara tersebut berupa amal baik kita ataupun melalui orang sholeh yang kita anggap mempunyai posisi lebih dekat kepada Allah SWT. Tawassul hanyalah merupakan pintu dan perantara dalam berdoa untuk menuju Allah SWT. Maka tawassul bukanlah termasuk syirik karena orang yang bertawasul meyakini bahwa hanya Allah-lah yang akan mengabulkan semua doa.

Mengapa Bertawassul?

Tawaaaul/Wasilah (=perantara) artinya sesuatu yang menjadikan kita dekat kepada Allah SWT. Adapun tawassul sendiri berarti mendekatkan diri kepada Allah atau berdo’a kepada Allah dengan mempergunakan wasilah, atau mendekatkan diri dengan bantuan perantara.

Ada beberapa macam wasilah. Orang-orang yang dekat dengan Allah bisa menjadi wasilah agar manusia juga semakin dekat kepada Allah SWT. Ibadah dan amal kebajikan juga dapat dijadikan wasilah yang mendekatkan diri kepada Allah SWT. Amar ma’ruf dan nahi mungkar (mengajak kepada kebaikan dan mencegah kemungkaran) juga termasuk wasilah yang mendekatkan diri kepada Allah SWT.

Mengenai tawassul dengan sesama manusia, tidak ada larangan dalam ayat Al-Qur’an dan Hadits mengenai tawassul dengan orang-orang yang dekat kepada Allah para Nabi, para Rasul, sahabat-sahabat Rasulullah SAW, para tabi’in, para shuhada dan para ulama shalihin.

Karena itu, berdo’a dengan memakai wasilah orang-orang yang dekat dengan Allah di atas tidak disalahkan, artinya telah disepakati kebolehannya. Bertawassul dengan orang-orang yang dekat kepada Allah, senyatanya tetap memohon kepada Allah SWT karena Allah-lah tempat meminta dan harus diyakini bahwa sesungguhnya:

Tidak ada yang bisa mencegah terhadap apa yang Engkau (Allah) berikan, dan tidak ada yang bisa memberi sesuatu apabila Engkau (Allah) mencegahnya.

Secara psikologis tawassul sangat membantu manusia dalam berdoa. Katakanlah bertawassul sama dengan meminta orang-orang yang dekat kepada Allah SWT itu agar mereka ikut memohon kepada Allah SWT atas apa yang kita minta.

Tidak ada unsur-unsur syirik dalam bertawassul, karena pada saat bertawassul dengan orang-orang yang dekat kepada Allah SWT seperti para Nabi, para Rasul dan para shalihin, pada hakekatnya kita tidak bertawassul dengan dzat mereka, tetapi bertawassul dengan amal perbuatan mereka yang shaleh.
Karenanya, tidak mungkin kita bertawassul dengan orang-orang yang ahli ma’siat, pendosa yang menjauhkan diri dari Allah, dan juga tidak bertawassul dengan pohon, batu, gunung dan lain-lain.

Bertawassul dengan Orang yang Sudah Mati 

Kembali pada keyakinan kita, bahwa ketika seseorang mati maka yang rusak dan hancur adalah badannya atau jasadnya, sedang rohnya tetap hidup dan tidak mati. Sebab, mereka itu berada di alam barzah. Mereka telah putus segala amal perbuatan mereka untuk diri mereka sendiri. Dalam kitab Shahih Muslim juz II disebutkan;

“Apabila manusia telah mati maka terputuslah darinya amalnya, kecuali tiga; kecuali dari shadaqah jariyah, atau ilmu yang bermanfa’at atau anak shaleh yang mendo’akan.” (HR Muslim)

Hadits semacam ini juga termaktub dalam Sunan Tirmidzi juz III, dalam Sunan Abu Dawud juz III dan dalam Sunanu Nasa’i juz VI. Hadits di atas menjelaskan bahwa apabila manusia telah meninggal dunia itu putus segala amalnya untuk dirinya sendiri, tetapi untuk orang lain, misalnya ahli kubur mendo’akan orang yang di dunia tidak ada keterangan yang melarang.

Adanya salam yang disampaikan Rasulullah SAW setiap melewati kubur, menunjukkan bahwa ahli kubur menjawab salam yang kita ucapkan. Dalam riwayat Imam Tirmidzi dalam Sunannya, juz III, Rasulullah SAW bersabda;

“Keselamatan atas engkau wahai ahli kubur, mudah-mudahan Allah mengampuni kami dan mengampuni kalian, kalian pendahulu kami dan kami mengikuti jejak kalian.” (HR Tirmidzi)

Tentu salam Rasulullah SAW dijawab oleh ahli kubur dan juga salam kita dijawab; "Mudah-mudahan keselamatan bagi engkau wahai orang yang masih hidup di dunia." Adapun do’a ahli kubur kepada kita diterima atau tidak, itu adalah urusan Allah.

Mendo’akan orang tua, kemudian orang tua di alam barzah mendo’akan kepada yang berdo’a agar selamat, hal ini tidak ada larangan dalam agama. Baik orang yang berdo’a maupun ahli kubur seluruhnya memohon kepada Allah. Perlu diingat bahwa bagi yang berdo’a di dunia, itu tidak meminta kepada ahli kubur, karena diyakini bahwa mereka tidak dapat berbuat apa-apa dan tidak bisa memberikan apa-apa.
Bertawassul dengan ahli kubur artinya agar ahli kubur bersama-sama dengan pendo’a memohon kepada Allah. Seperti ketika berdiri di depan kuburan Rasulullah SAW mengucapkan salam. Di beberapa hadits, Rasulullah menjawab salam orang yang menyampaikan salam kepada beliau.

Bisa diambil pengertian bahwa Rasulullah SAW di dalam kubur juga mendo’akan para pemberi salam atau yang bertawassul.

Tawassul dengan Rasulullah SAW 

Sewaktu masih hidup dan setelah wafat, tawassul pada Rasulullah itu disebutkan dalam beberapa ayat Al-Qur’an, misalnya, firman Allah dalam surat An-Nisa’ ayat 64:

“Walaupun sesungguhnya mereka telah berbuat dhalim terhadap diri mereka, kemudian mereka datang kepadamu (Muhammad), mereka meminta ampun kepada Allah dan Rasul memintakan ampun untuk mereka, pasti mereka menjumpai Allah Maha Pengampun dan Maha Penyayang.”

Dalam ayat tersebut, dijelaskan bahwa Allah SWT mengampuni dosa-dosa orang yang dhalim, disamping do’a mereka tetapi ada juga wasilah (do’anya) Rasulullah SAW.

Soal tawassul seperti itu, disebutkan pula dalam tafsir Ibnu Katsir juz I;
“Berkata Al-Imam Al-Hafidz As-Syekh Imaduddin Ibnu Katsir, menyebutkan segolongan ulama’ di antaranya As-Syekh Abu Manshur As-Shibagh dalam kitabnya As-Syaamil dari Al-Ataby; berkata: saya duduk di kuburan Nabi SAW maka datanglah seorang Badui dan ia berkata: Assalamu’alaika ya Rasulullah! Saya telah mendengar Allah berfirman; Walaupun sesungguhnya mereka telah berbuat dhalim terhadap diri mereka kemudian datang kepadamu dan mereka meminta ampun kepada Allah, dan Rasul memintakan ampun untuk mereka, mereka pasti mendapatkan Allah Maha Pengampun dan Maha Penyayang; dan saya telah datang kepadamu (kekuburan Rssulullah) dengan meminta ampun akan dosaku dan memohon syafa’at dengan wasilahmu (Nabi) kepada Allah, kemudian ia membaca syair memuji Rasulullah, kemudian orang Badui tadi pergi, maka saya ketiduran dan melihat Rasulullah dalam tidur saya, beliau bersabda: Wahai Ataby temuilah orang Badui tadi sampaikan kabar gembira bahwa Allah telah mengampuni dosanya.”

Dalam riwayat di atas dipaparkan bahwa Ataby diampuni dosanya dengan tawassul kepada Nabi yang telah wafat. Riwayat di atas diriwayatkan oleh Imam Nawawi.

Selanjutnya, diriwayatkan juga oleh Abu Muhammad Ibnu Quddamah dalam kitabnya Al-Mughni juz. III. Riwayat Al-Ataby ini banyak sekali diriwayatkan oleh para Ulama’ terkemuka.

Tawassul dengan para Sahabat dan Shalihin

Dalam kitab Riyadlus-Shalihin bab Wadaais-shahib hadits no.3, Rasulullah SAW bertawassul supaya Umar jangan lupa untuk menyertakan Rasulullah dalam segala do’anya di Mekkah ketika umrah.

“Dari shahabat Umar Ibnul Khattab r.a. berkata: saya minta idzin kepada Nabi SAW untuk melakukan ibadah umrah, kemudian Nabi mengidzinkan saya dan Rasulullah SAW bersabda; wahai saudaraku! Jangan kau lupakan kami dalam do’amu; Umar berkata: suatu kalimat yang bagi saya lelah senang dari pada pendapat kekayaan dunia. Dalam riwayat lain; Rasulullah SAW bersabda: sertakanlah kami dalam do’amu”. (HR Abu Dawud dan Tirmidzi)

Dan masih banyak lagi dalil-dalil tawassul, namun kiranya cukup apa yang telah disebutkan di atas.

Dalam hadits di atas Rasulullah meminta kepada sayyidina Umar untuk menyertakan Rasulullah dalam do’anya sayyidina Umar selama di Makkah, padahal kalau Rasulullah berdo’a sendiri tentu lebih diterima, tetapi beliau masih meminta do’a kepada sayyidinda Umar.

Bertawassul dengan orang-orang yang dekat kepada Allah seperti para nabi, rasul dan shalihin, bukan berarti meminta kepada mereka, tetapi memohon agar mereka ikut memohon kepada Allah agar permohonan do’a diterima Allah SWT

Dalam kitab Al-Kabir wal Awsath Al-Imam Thabrani meriwayatkan sejarah Fathimah binti Asad Ibu Sayyidina Ali bin Abi Thalib ketika wafat, Rasulullah SAW yang menggali kuburan dan membuang tanahnya dengan tangan beliau. Maka tatkala selesai, Rasulullah masuk ke kubur tadi dan berbaring sambil berdo’a :

“Allah yang menghidupkan dan yang mematikan dan Dia yang hidup tidak mati; Ampunilah! Untuk Ibu saya Fathimah binti Asad dan ajarkanlah kepadanya hujjah (jawaban ketika ditanya malaikat) kepadanya dan luaskan kuburnya dengan wasilah kebenaran Nabimu dan kebenaran para Anbiya’ sebelum saya, sesungguhnya Engkau Maha Pengasih dan Rasulullah takbir empat kali dan mereka memasukkan ke dalam kubur ia (Rasulullah), Sahabat Abbas Abu Bakar As-Shaddiq r.a.” (HR Thabrani).

Hadits ini diriwayatkan pula oleh Ibnu Hibban dan Hakim dari shahabat Anas. Lalu, diriwayatkan pula Ibnu Abi Syaibah dari shahabat Jabir, dan diriwayatkan pula Ibnu Abdul Barr dari shahbat Ibnu Abbas.

Dengan demikian, bertawassul dengan berdo’a dan mempergunakan wasilah, baik dengan iman, amal shaleh dan dengan orang-orang yang dekat kepada Allah SWT jelas tidak disalahkan oleh agama bahkan dibenarkan. Lalu, bertawassul bukan berarti meminta kepada yang dijadikan wasilah, tetapi memohon agar yang dijadikan wasilah memberikan keberkahan untuk diterima do’a para pemohonnya. Selanjutnya, bertawassul dengan wasilah yang disenangi Allah, atau berdo’a dengan menyebut sesuatu yang disenangi Allah, tentu Allah akan menyenangi kita, dan meridloinya. Maka apa yang disenangi Allah, seyogyanya disebut dalam do’a.

Para pendahulu kita, banyak atau sedikit telah turut berjasa mengukir jiwa raga kita melalui perantara do'a yang selalu mereka panjatkan untuk anak cucunya. Begitupun para guru dan pembimbing ruhani kita telah begitu indah merenda semangat ruhani kita untuk mengenal dan merindu Allah dan Rosul-Nya.

Hendakkah kita melupakan begitu saja? Seandainya kita melupakannya, hendakkah kita juga akan dilupakan orang" sesudah kita seiring jasad kita yang dipendam menuju alam kubur? Masihkah kita berani berharap untuk didoakan orang lain sementara kita sendiri enggan dan malas mendoakan orang lain?


Belum terlambat, mari kita bertawasul.


Hasil copas dan edit sana sini plus pengalaman pribadi. Semoga bermanfaat.

"Ala hadzihinniyyah Al Fatihah.
Readmore → Tawassul

Mengaktifkan Tombol F8 & Safe Mode Di Windows 8

 Seperti yang kita ketahui booting Windows 8 sangat cepat dan kita sudah sama-sama mengetahui bahwa ketika anda mencoba masuk ke Safe Mode akan sedikit kesulitan. Tidak seperti Windows versi sebelumnya yang dengan mudahnya kita masuk ke Safe Mode hanya dengan menekan tombol F8, Windows 8 cenderung mempersulit membuka Safe Mode.

Bila windows nya bisa booting normal, tinggal ketik msconfig kemudian enter di kotak search ketika kita sapukan mouse ke kanan atas, maka akan muncul kotak dialog. Pilih boot kemudian centang bagian safeboot nya lalu klik apply,  kemudian ok. 

Maka ketika restart, windows 8 nya akan masuk melalui safe mode. Hal ini berguna bila ada program/file yang tidak bisa dihapus/diubah bila melalui windows yang normal. Untuk mengembalikannya, tinggal hilangin centang di safeboot nya dengan mengakses melalui msconfig seperti diatas.

Namun adakalanya windows tidak mau booting seperti yang saya alami kemarin ketika saya memasukkan program bawaan USB wifi adapter TP-LINK TL-WN722N yang alhamdu lillah 100% gak kompatibel sama windows 8. Maka begitu diinstal, langsung kompie restart terus menerus ketika booting lewat windows normal.

Ketika pake F8, ternyata gak ngefek, tetep saja restart. beberapa situs menyarakan pake Shift_F8 untuk masuk ke safemode. gak ada efeknya meski dicoba sampe kriting. Akhirnya setelah googling sana sini akhirnya nemu trik ini. 

Caranya : pake windows 8 installernya, setelah kita isi beberapa data akan ada pilihan install now dan repair kompie. Pilih repair kompie, advanced trus pilih C: prompt. Lalu ketik perintah dibawah ini :


bcdedit /set {default} bootmenupolicy legacy



Kemudian anda akan menemukan pesan "the operation completed successfully". Itu artinya perintah yang anda jalankan berhasil dan tombol F8 untuk mengakses Safe Mode sekarang sudah berfungsi.

Untuk mengembalikan setting ke default (seperti semula) anda cukup membuka CMD sebagai Administrator dan ketikkan pesan berikut :
bcdedit /set {default} bootmenupolicy standard



Pesan "the operation completed successfully" menandakan bahwa setting sudah dikembalikan ke default dan F8 tidak berfungsi lagi.

Indahnya berbagi .......
Readmore → Mengaktifkan Tombol F8 & Safe Mode Di Windows 8

Sejarah Sholat fardhu

    Sejak aku kecil, pertanyaan ini sudah sangat mengganggu benakku. Mengapa sholat fardhu itu rokaatnya berbeda-beda? Ada yang 2, 3 bahkan ada yang 4, kok gak digeneralisir saja misalkan semua 3 rokaat. Jadi niatnya cukup menghafal tsalaatsa roka’aatin saja. Dan mengapa kok waktunya berlain-lainan? Bukankah kita tahu bahwa manusia itu mempunyai kesibukan masing-masing, sehingga mengapa tidak dijadikan satu saja waktunya pas waktu senggangnya. Misalkan aku yang waktu senggangnya di pagi hari langsung saja sholat wajib yang lima itu dikerjakan di pagi hari semua. Jadi pas kerja aku kan gak perlu mikir sholat lagi.

    Sekian lama aku mencari jawabannya, ternyata ada buku berjudul Madinatul Asror menceritakan tentang hal ini. Ternyata setiap sholat itu berhubungan dengan kisah-kisah para Nabi di zaman dahulu kala.

Sholat Subuh berkaitan dengan Nabi Adam as.

    Menurut sejarah, Nabi Adam as diturunkan ke dunia ini pada waktu malam hari. Nabi Adam dan Hawa tidak diturunkan di satu tempat, melainkan di dua tempat yang berjauhan. Hawa diturunkan di Jeddah, sedangkan Adam diturunkan di bukit Ruhun di Pulau Sailan.

    Berada di hutan sendirian di malam hari pula membuat Nabi Adam sangat ketakutan. Beliau berjalan terus sambil memohon ampun kepada Allah karena melanggar larangan Allah, yaitu memakan buah khuldi. Seraya menangis beliau berdo’a :

Artinya : Wahai Tuhan kami, kami telah berbuat dholim terhadap diri kami, seandainya Engaku tidak mengampuni kami, maka kami tentulah termasuk golongan orang-orang yang merugi. QS Al A'raaf ayat 23

Ketika matahari terbit, teranglah alam raya ini. Kemudian nabi Adam bersujud dua kali, yaitu :


  1. Sujud yang pertama beliau bersyukur karena hilangnya rasa takut seiring hilangnya gelapnya malam tersapu matahari. 
  2. Sujud yang kedua adalah karena beliau gembira menyambut datangnya siang hari. Beliau merasa Allah telah mengampuninya dengan cara menghilangkan kegelapan malam dan menggantinya dengan terangnya sinar mentari. 

    Nabi Adamlah orang yang pertama kali sujud di waktu Subuh, yaitu setelah terbitnya fajar sodiq. Itulah pula sebabnya apabila kita diberi sesuatu yang menggembirakan, seyogyanya kita melakukan sujud syukur. Sujud ini tak terikat waktu, tempat dan gak harus berwudlu.

Sholat Dhuhur berkaitan dengan Nabi Ibrahim as

    Sholat ini terkait dengan peristiwa qurban di zaman Nabi Ibrohim as. Tersebut dalam sejarah, pada malam tanggal 8 Dzul Hijjah beliau mendapat perintah untuk menyembelih kurban. Maka keesokan harinya beliau menyembelih kurban berupa kambing untuk melaksanakan perintah Allah SWT tersebut. Malam tanggal 9 Dzul Hijjah beliau bermimpi yang sama, yaitu disuruh menyembelih kurban lagi. Maka beliau lalu meyembelih kambing lagi untuk melaksanakan perintah tersebut. Malam tanggal 10 Dzulhijjah beliau bermimpi lagi untuk menyembelih kurban. Namun kali ini bukan kambing seperti biasanya, namun yang harus disembelih adalah Ismail, satu-satunya putera kesayangan Nabi Ibrohim.

    Memang pada waktu itu Nabi Ibrohim beristri 2, namun Ishaq belum lahir. Sampai pagi Nabi Ibrohim tidak bisa tidur, bertanya-tanya apakah mimpi itu benar dtangnya dari Allah ataukah hanya bisikan setan. Akhirnya di pagi harinya turunlah Malaikat Jibril yang menegaskan bahwa mimpi itu dari Allah dan harus segera dilaksanakan, tidak boleh ditunda-tunda lagi.

    Maka mantaplah hati Nabi Ibrohim untuk melaksanakan perintah itu. Karena waktu itu sedang bersama Sarah, nabi Ibrohim minta ijin menemui Ismail dan Hajar ibunya. Kedatangan Nabi Ibrohim disambut gembira oleh Hajar dan Ismail. Lalu diajaklah Ismail untuk pergi karena ada suatu keperluan. Ketika sudah berduaan dengan Ismail, barulah Nabi Ibrohiim menceritakan tentang mimpinya bahwa dia diperintah untuk menyembelih Ismail. Tak disangka ternyata Ismail menerima berita itu dengan ikhlas dan pasrah. Ismail berkata, “Hai bapakku, kerjakanlah apa yang diperintahkan kepadamu, Insya Allah kamu akan mendapatiku termasuk orang yang sabar.” (QS Ash Shoffaat 102)

    Ketika Ismail sudah terikat dan hendak disembelih, iblis berteriak-teriak berusaha menggagalkan perbuatan Nabi Ibrohim, “Hai Ibrohim, hentikan perbuatanmu! Tak ada satu agamapun yang menyuruh bapak menyembelih anaknya.”

    Nabi Ibrohim tak tergiur bujukan iblis, beliau malah mengambil batu dan kemudian melempar iblis dengan batu itu. Hal itu terjadi sampai tiga kali. Itulah sebabnya orang yang sedang beribadah haji harus melakukan tiga kali lontaran batu di Muzdalifah, yaitu jumrotul ula, jumratul wustho dan jumratul ‘aqobah untuk mengikuti jejak Nabi Ibrohim.

    Lalu Nabi Ibrohim tetap menyembelih Ismail sesuai perintah Allah. Namun pedangnya tak mampu melukai Ismail. Lalu terdengar seruan bahwa Ibrohim telah lulus ujian Allah dan Allah menggantinya dengan seekor kambing gibas. (QS Ash Shoffaat 102-107).

Saking gembiranya Nabi Ibrohim lalu bersujud empat kali.

  1. Sujud pertama menyatakan syukur ke hadirat Allah, bahwa beliau dan puteranya telah dapat melaksanakan tugas yang amat sangat berat itu.
  2. Sujud kedua menayatakan perasaan syukur bahwa beliau tidak terpedaya oleh bujukan setan.
  3. Sujud ketiga menyatakan syukur bahwa puteranya sehat dan digolongkan orang yang sabar oleh Allah SWT.
  4. Sujud keempat menyatakan syukur bahwa puteranya telah tergantikan seekor gibas yang nantinya akan ditiru oleh muslimin sebagai ibadah kurban.

Sholat Asar, Nabi Yunus as

    Sebagaimana diketahui, dalam sejarah dikenal bahwa Nabi Yunus telah meninggalkan umatnya karena jengkel dakwahnya di lecehkan. Beliau meninggalkan negerinya dengan menaiki sebuah perahu. Namun di lautan, perahunya terombang-ambing ombak sehingga hampir tenggelam. Sang nahkoda mengambil keputusan untuk membuang sebagian muatan kapal ke laut untuk lebih meringankan beban kapal. Satu demi satu muatan kapal dibuang kelaut. Tetapi kapal tetap tidak kuat menahan terjangan ombak. 

    Akhirnya dengan berat hati diputuskan bahwa harus ada penumpang yang harus dibuang kelaut.
Undian pertama, yang harus dibuang ke laut adalah Nabi Yunus. Tetapi sang nahkoda enggan melaksanakan karena Nabi Yunus adalah orang yang sangat terpandang di negerinya. Undian kedua, tetap jatuh pada Nabi Yunus. Akhirnya sang nahkoda memutuskan bahwa di undian ketiga-lah yang akan diberlakukan. Tetapi untuk kali ketiga pula, undian itu ternyata tetap jatuh kepada nabi Yunus. 

    Akhirnya Nabi Yunus dibuang ke laut dengan diikat sebuah tali, dengan tujuan apabila laut telah mereda, dia akan ditarik kembali ke kapal. Namun keajaiban terjadi di hadapan semua penumpang. Beberapa saat setelah Nabi Yunus dilempar ke laut, lautpun mereda dengan cepat. Maka mereka segera menarik tali yang diikatkan di tubuh Nabi Yunus. Namun mereka tak menemukan Nabi Yunus karena tali tersebut putus oleh ganasnya ombak. Setelah beberapa saat mencari, akhirnya kapalpun melanjutkan perjalanan kembali.

    Akan halnya Nabi Yunus setelah dilempar kelaut ditelan oleh seekor ikan sebangsa ikan paus. Di dalam perut ikan itulah Nabi Yunus menyadari kesalahannya yaitu meninggalkan kaumnya tanpa ada perintah dari Allah terlebih dahulu. Nabi Yunuspun memohon ampun kepada Allah dengan doanya yang terkenal, “Tiada Tuhan selain Engkau, Maha Suci Engkau, sesungguhnya aku termasuk orang yang dholim.” (QS Al Anbiya’ 87 baca juga QS Al Qolam 48)

    Maka akhirnya setelah beberapa hari di dalam perut ikan, tubuhnya dimuntahkan oleh ikan itu dan terdamparlah ia di suatu pantai yang tandus lagi gersang. Dengan rahmatnya Allah menumbuhkan sejenis pohon labu untuk menaungi tubuh Nabi Yunus dan sekaligus memakan buahnya. (QS Ash shoffaat 137-147) Bahkan Allah berkenan menggerakkan hati seekor kambing betina yang sedang menyusui anaknya untuk memberikan susunya kepada Nabi Yunus.

    Dan sekitar jam 3 datanglah si penggembala kambing yang tidak lain salah seorang dari kaumnya dan mengajak Nabi Yunus kembali kepada kaumnya. Sebelum meninggalkan tempat itu, Nabi Yunus bersujud syukur kepada Allah 4 kali, yaitu :


  1. Sujud pertama beliau bersyukur telah terlepas dari kegelapan pikiran sehingga meninggalkan kaumnya tanpa ada perintah Allah yang berujung ditelan ikan besar.
  2. Sujud kedua beliau bersyukur terlepas dari bahaya maut terkubur dalam perut ikan.
  3. Sujud ketiga beliau bersyukur ke hadirat Allah telah keluar dari laut yang dalam.
  4. Sujud keempat beliau bersyukur telah diberi pertolongan Allah berupa pohon labu dan seekor kambing betina sehingga kekuatan tubuhnya bisa pulih.

Sholat Maghrib berkaitan dengan Nabi Isa as

    Tersebutlah dalam riwayat seorang raja bani Israil Herodes namanya yang merasa tidak senang dengan kehadiran Nabi Isa as dan menuduh ibu beliau Maryam telah berzina sehingga telah melahirkan seorang anak laki-laki dan menganggap Nabi Isa adalah nabi palsu. Kemudian mereka mengejar nabi Isa untuk dibunuh dengan cara disalib.

    Sebenarnya persembunyian nabi Isa sangatlah aman, karena beliau bersembunyi di sebuah gua batu yang dalam. Namun salah seorang muridnya yang bernama Yudas Iskariot telah berkhianat kepada Nabi Isa dengan menunjukkan tempat persembunyian Nabi Isa kepada tentara Herodes.

    Ketika itu adalah waktu maghrib ketika Yudas bersama balatentara Herodes berusaha mengejar Nabi Isa. Ketika telah mendekati tempat persembunyian Nabi Isa di dalam gua, turunlah malaikat Jibril untuk mengangkat Nabi Isa ke langit. Setelah Jibril memberitahukan maksud kedatangannya adalah untuk menyelamatkan beliau, maka beliau bersujud 3 kali yaitu :


  1. Sujud pertama beliau bersyukur karena Allah telah menyelamatkan ibunya dari tuduhan yang tidak benar dengan membuat beliau bisa berbicara ketika masih bayi. (QS Maryam 29-30)
  2. Sujud kedua beliau bersyukur karena beliau dan ibunya telah diselamatkan Allah dari penganiayaan orang Yahudi.
  3. Sujud ketiga beliau bersyukur karena telah diselamatkan dari pengkhianatan muridnya yang akan menangkapnya untuk disalib. (QS An Nisa 157-158)

Sholat Isya berkaitan dengan Nabi Musa as

    Lebih kurang sepuluh tahun lamanya meninggalkan negeri Mesir dan berada di Madyan membuat Nabi Musa rindu untuk pulang ke tanah kelahirannya Mesir. Nabi Musa mengajak serta anak dan istrinya. Beliau kemalaman di tengah jalan sehingga beliau tidak mengetahui jalan mana yang harus ditempuh untuk menuju Mesir. Hari sudah gelap menjelang waktu Isya’. Di saat beliau kebingungan nampaklah suatu cahaya yang bersinar sangat terang di bukit Thursina. Tepatnya di lembah yang bernama Thuwa.
Nabi Musa berpesan kepada keluarganya untuk tetap menunggunya disitu. Beliau berpamitan untuk membuat api unggun dengan memanfaatkan cahaya tadi yang dikiranya adalah nyala api. Atau setidaknya beliau akan mendapat petunjuk di tempat itu.

    Ketika Nabi Musa sampai di tempat itu, beliau melihat api yang besar yang menyala-nyala dari langit menuju sebuah pohon besar. Atas kejadian itu beliau sangat takut dan gemetar seluruh badannya. Selanjutnya beliau mendengar firman Allah SWT untuk melepas sandalnya dan masuk ke lembah suci Thuwa. Dan Allah juga berfirman bahwa sesungguhnya Allah akan mengangkatnya menjadi Nabi dan rasul untuk berdakwah kepada Fir’aun dan pengikutnya. (QS Thoha 9-14).

    Lalu Nabi Musa yang cedal memohon agar saudaranya diangkat untuk membantunya berdakwah dan Allah mengabulkan permintaannya. (QS Al Qashash 33-35). Atas anugerah tersebut maka Nabi Musa lalu bersujud empat kali yaitu :


  1. Sujud pertama beliau bersyukur kepada Allah atas karunianya diselamatkan dari kejaran Fir’aun beberapa tahun yang lalu.
  2. Sujud kedua beliau bersyukur kepada Allah atas karunianya yang telah menolong beliau selama perantauan di Madyan sampai beliau mempunyai isteri anak Nabi Syu’aib.
  3. Sujud ketiga beliau bersyukur telah diangkat oleh Allah menjadi Nabi dan rosul.
  4. Sujud keempat beliau bersyukur Allah telah mengabulkan permintaannya mengangkat saudaranya Harun menjadi nabi pula untuk membantu dakwahnya.

Itulah sebabnya sholat Isya’ berjumlah 4 rokaat.

Wallahu a’lam bishowab.
Readmore → Sejarah Sholat fardhu
Back to top