Trik Download Video Youtube

Seringkali kita sangat ingin mendownload suatu video di Youtube, namun banyak sekali kendalanya. Mulai dari tiadanya downloader yang mumpuni hingga banyaknya keterbatasan downloader kita. Sebagai contoh, internet download manager yang terbaru pun apabila dikombinasi dengan Google Chrome sering menghasilkan video tidak seperti yang kita harapkan. Pilihan resolusinya tidak bisa kita atur sebagaimana Firefox.

Ada satu cara yang sangat ampuh dan sederhana untuk mendownload video tersebut. Cukup menambahkan kata MAGIC diantara YOU dan TUBE, maka kita kan di redirect ke situs save-video.com yang akan memudahkan kita mendownload video apapun dari youtube.

Contoh : kita mau mendownload video dengan alamat 

https://www.youtube.com/watch?v=AB8MFhUrerc

Ubahlah menjadi 

https://www.youMAGICtube.com/watch?v=AB8MFhUrerc

Dan nikmati keajaibannya......

Andapun akan diberi pilihan resolusi yang diinginkan, bahkan yang terbaru juga menyediakan format mp3.

Atau menggunakan cara berikut ini, dari alamat youtube yang dilihat ditambah huruf SS sebelum youtube nya, contoh :



https://www.youtube.com/watch?v=AB8MFhUrerc

diubah menjadi :


https://www.SSyoutube.com/watch?v=AB8MFhUrerc

Selamat mencobanya
Readmore → Trik Download Video Youtube

Sholat Gerhana Bulan dan Gerhana Matahari

Assalamu 'alaikum wr. wb.

Ustadz Ahmad Sarwat yang dirahmati Allah.

Mohon penjelasan tentang shalat gerhana, sebab sebentar lagi akan terjadi gerhana dan kami akan menyelenggarakan shalat tersebut. Mohon penjelasan singkat yang harus kami jalankan terkait dengan shalat gerhana ini.

Sebelumnya kami ucapkan terima kasih.

Wassalam
Assalamu 'alaikum warahmatullahi wabarakatuh, 

A. Pengertian
Shalat gerhana dalam bahasa arab sering disebut dengan istilah khusuf (الخسوف) dan juga kusuf(الكسوف) sekaligus. Secara bahasa, kedua istilah itu sebenarnya punya makna yang sama. Shalat gerhana matahari dan gerhana bulan sama-sama disebut dengan kusuf dan juga khusuf sekaligus.

Namun masyhur juga di kalangan ulama penggunaan istilah khusuf untuk gerhana bulan dan kusuf untuk gerhana matahari. [1]

1. Kusuf
Kusuf (كسوف)adalah peristiwa dimana sinar matahari menghilang baik sebagian atau total pada siang hari karena terhalang oleh bulan yang melintas antara bumi dan matahari.

2. Khusuf

Khusuf (خسوف) adalah peristiwa dimana cahaya bulan menghilang baik sebagian atau total pada malam hari karena terhalang oleh bayangan bumi karena posisi bulan yang berada di balik bumi dan matahari.

B. Pensyariatan Shalat Gerhana

Shalat gerhana adalah shalat sunnah muakkadah yang ditetapkan dalam syariat Islam sebagaimana para ulama telah menyepakatinya.

1. Al-Quran

Dalilnya adalah firman Allah SWT :

وَمِنْ آيَاتِهِ اللَّيْلُ وَالنَّهَارُ وَالشَّمْسُ وَالْقَمَرُ لا تَسْجُدُوا لِلشَّمْسِ وَلا لِلْقَمَرِ وَاسْجُدُوا لِلَّهِ الَّذِي خَلَقَهُنَّ إِن كُنتُمْ إِيَّاهُ تَعْبُدُونَ

Dan dari sebagian tanda-tanda-Nya adalah adanya malam dan siang serta adanya matahari dan bulan. Janganla kamu sujud kepada matahari atau bulan tetapi sujudlah kepada Allah Yang Menciptakan keduanya. (QS. Fushshilat : 37)

Maksud dari perintah Allah SWT untuk bersujud kepada Yang Menciptakan matahari dan bulan adalah perintah untuk mengerjakan shalat gerhana matahari dan gerhana bulan.

2. As-Sunnah
Selain itu juga Rasulullah SAW bersabda :

إِنَّ الشَّمْسَ وَالْقَمَرَ آيَتَانِ مِنْ آيَاتِ اللَّهِ لاَ يَنْكَسِفَانِ لِمَوْتِ أَحَدٍ وَلاَ لِحَيَاتِهِ فَإِذَا رَأَيْتُمُوهُمَا فَادْعُوا اللَّهَ وَصَلُّوا حَتَّى يَنْجَلِيَ

Sesungguhnya matahari dan bulan adalah sebuah tanda dari tanda-tanda Allah SWT. Keduanya tidak menjadi gerhana disebabkan kematian seseorang atau kelahirannya. Bila kalian mendapati gerhana, maka lakukanlah shalat dan berdoalah hingga selesai fenomena itu. (HR. Bukhari, Muslim dan Ahmad)
Selain itu juga ada hadits lainnya :

لَمَّا كَسَفَتِ الشَّمْسُ عَلَى عَهْدِ رَسُول اللَّهِ  نُودِيَ : إِنَّ الصَّلاَةَ جَامِعَةٌ

Ketika matahari mengalami gerhana di zaman Rasulullah SAW, orang-orang dipanggil shalat dengan lafaz : As-shalatu jamiah". (HR. Bukhari).

Shalat gerhana disyariatkan kepada siapa saja, baik dalam keadaan muqim di negerinya atau dalam keadaan safar, baik untuk laki-laki atau untuk perempuan. Atau diperintahkan kepada orang-orang yang wajib melakukan shalat Jumat.

Namun meski demikian, kedudukan shalat ini tidak sampai kepada derajat wajib, sebab dalam hadits lain disebutkan bahwa tidak ada kewajiban selain shalat 5 waktu semata.

C. Hukum Shalat Gerhana
Para ulama membedakan antara hukum shalat gerhana matahari dan gerhana bulan.

1. Gerhana Matahari

Para ulama umumnya sepakat mengatakan bahwa shalat gerhana matahari hukumnya sunnah muakkadah, kecuali mazbah Al-Hanafiyah yang mengatakan hukumnya wajib.

a. Sunnah Muakkadah
Jumhur ulama yaitu Mazhab Al-Malikiyah, As-Syafi'iyah dan Al-Malikiyah berketetapan bahwa hukum shalat gerhana matahari adalah sunnah muakkad.

b. Wajib
Sedangkan Mazhab Al-Hanafiyah berpendapat bahwa shalat gerhana matahari hukumnya wajib.

2. Gerhana Bulan
Sedangkan dalam hukum shalat gerhana bulan, pendapat para ulama terpecah menjadi tiga macam, antara yang mengatakan hukunya hasanah, mandubah dan sunnah muakkadah.

a. Hasanah
Mazhab Al-Hanafiyah memandang bahwa shalat gerhana bulan hukumnya hasanah.
b. MandubahMazhab Al-Malikiyah berpendapat bahwa hukum shalat gerhana bulan adalah mandubah.
c. Sunnah MuakkadahMazhab As-Syafi'iyah dan Al-Hanabilah berpendapat bahwa hukum shalat gerhana bulan adalah sunnah muakkadah.

D. Pelaksanaan Shalat Gerhana

1. Berjamaah
Shalat gerhana matahari dan bulan dikerjakan dengan cara berjamaah, sebab dahulu Rasulullah SAW mengerjakannya dengan berjamaah di masjid. Shalat gerhana secara berjamaah dilandasi oleh hadits Aisyah radhiyallahu 'anha.

2. Tanpa Adzan dan IqamatShalat gerhana dilakukan tanpa didahului dengan azan atau iqamat. Yang disunnahkan hanyalah panggilan shalat dengan lafaz "As-Shalatu Jamiah". Dalilnya adalah hadits berikut :

لَمَّا كَسَفَتِ الشَّمْسُ عَلَى عَهْدِ رَسُول اللَّهِ  نُودِيَ : إِنَّ الصَّلاَةَ جَامِعَةٌ

Ketika matahari mengalami gerhana di zaman Rasulullah SAW, orang-orang dipanggil shalat dengan lafaz : As-shalatu jamiah". (HR. Bukhari).

3. Sirr dan Jahr
Namun shalat ini boleh juga dilakukan dengan sirr (merendahkan suara) maupun dengan jahr (mengeraskannya).

4. Mandi
Juga disunnahkan untuk mandi sunnah sebelum melakukan shalat gerhana, sebab shalat ini disunnahkan untuk dikerjakan dengan berjamaah

5. Khutbah
Ada perbedaan pendapat di kalangan ulama tentang hukum khutbah pada shalat gerhana.

1. Disyariatkan Khutbah
Menurut pendapat As-Syafi'iyah, dalam shalat gerhana disyariatkan untuk disampaikan khutbah di dalamnya. Khutbahnya seperti layaknya khutbah Idul Fithri dan Idul Adha dan juga khutbah Jumat.
Dalilnya adalah hadits Aisyah ra berikut ini :

أَنَّ النَّبِيَّ  لَمَّا فَرَغَ مِنَ الصَّلاَةِ قَامَ وَخَطَبَ النَّاسَ فَحَمِدَ اللَّهَ وَأَثْنَى عَلَيْهِ ثُمَّ قَال : إِنَّ الشَّمْسَ وَالْقَمَرَ آيَتَانِ مِنْ آيَاتِ اللَّهِ عَزَّ وَجَل لاَ يُخْسَفَانِ لِمَوْتِ أَحَدٍ وَلاَ لِحَيَاتِهِ فَإِذَا رَأَيْتُمْ ذَلِكَ فَادْعُوا اللَّهَ وَكَبِّرُوا وَصَلُّوا وَتَصَدَّقُوا

Dari Aisyah ra berkata,"Sesungguhnya ketika Nabi SAW selesai dari shalatnya, beliau berdiri dan berkhutbah di hadapan manusia dengan memuji Allah, kemudian bersabda, "Sesungguhnya matahari dan bulan adalah sebuah tanda dari tanda-tanda Allah SWT. Keduanya tidak menjadi gerhana disebabkan kematian seseorang atau kelahirannya. Bila kalian mendapati gerhana, maka lakukanlah shalat dan berdoalah. (HR. Bukhari Muslim)

Dalam khutbah itu Rasulullah SAW menganjurkan untuk bertaubat dari dosa serta untuk mengerjakan kebajikan dengan bersedekah, doa dan istighfar (minta ampun).

2. Tidak Disyariatkan Khutbah
Sedangkan Al-Malikiyah mengatakan bahwa dalam shalat ini disunnahkan untuk diberikan peringatan (al-wa'zh) kepada para jamaah yang hadir setelah shalat, namun bukan berbentuk khutbah formal di mimbar.

Al-Hanafiyah dan Al-Hanabilah juga tidak mengatakan bahwa dalam shalat gerhana ada khutbah, sebab pembicaraan Nabi SAW setelah shalat dianggap oleh mereka sekedar memberikan penjelasan tentang hal itu.

Dasar pendapat mereka adalah sabda Nabi SAW :


فَإِذَا رَأَيْتُمْ ذَلِكَ فَادْعُوا اللَّهَ وَكَبِّرُوا وَصَلُّوا وَتَصَدَّقُوا
Bila kalian mendapati gerhana, maka lakukanlah shalat dan berdoalah. (HR. Bukhari Muslim)
Dalam hadits ini Nabi SAW tidak memerintahkan untuk disampaikannya khutbah secara khusus. Perintah beliau hanya untuk shalat saja tanpa menyebut khutbah.

6. Banyak Berdoa, Dzikir, Takbir dan Sedekah
Disunnahkan apabila datang gerhana untuk memperbanyak doa, dzikir, takbir dan sedekah, selain shalat gerhana itu sendiri.

فَإِذَا رَأَيْتُمْ ذَلِكَ فَادْعُوا اللَّهَ وَكَبِّرُوا وَصَلُّوا وَتَصَدَّقُوا

Apabila kamu menyaksikannya maka berdoalah kepada Allah, bertakbir, shalat dan bersedekah. (HR. Bukhari dan Muslim)

E. Tata Cara Teknis Shalat Gerhana
Ada pun bagaimana bentuk teknis dari shalat gerhana, para ulama menerangkan berdasarkan nash-nash syar'i sebagai berikut :

1. Dua Rakaat


Shalat gerhana dilakukan sebanyak 2 rakaat. Masing-masing rakaat dilakukan dengan 2 kali berdiri, 2 kali membaca qiraah surat Al-Quran, 2 ruku' dan 2 sujud. Dalil yang melandasi hal tersebut adalah :Dari Abdullah bin Amru berkata,"Tatkala terjadi gerhana matahari pada masa Nabi SAW, orang-orang diserukan untuk shalat "As-shalatu jamiah". Nabi melakukan 2 ruku' dalam satu rakaat kemudian berdiri dan kembali melakukan 2 ruku' untuk rakaat yang kedua. Kemudian matahari kembali nampak. Aisyah ra berkata,"Belum pernah aku sujud dan ruku' yang lebih panjang dari ini. (HR. Bukhari dan Muslim)

2. Bacaan Al-Quran
Shalat gerhana termasuk jenis shalat sunnah yang panjang dan lama durasinya. Di dalam hadits shahih disebutkan tentang betapa lama dan panjang shalat yang dilakukan oleh Rasulullah SAW itu :

ابْنُ عَبَّاسٍ - رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُمَا - قَال : كَسَفَتِ الشَّمْسُ عَلَى عَهْدِ رَسُول اللَّهِ  فَصَلَّى الرَّسُول  وَالنَّاسُ مَعَهُ فَقَامَ قِيَامًا طَوِيلاً نَحْوًا مِنْ سُورَةِ الْبَقَرَةِ ثُمَّ رَكَعَ رُكُوعًا طَوِيلاً ثُمَّ قَامَ قِيَامًا طَوِيلاً وَهُوَ دُونَ الْقِيَامِ الأْوَّل ثُمَّ رَكَعَ رُكُوعًا طَوِيلاً وَهُوَ دُونَ الرُّكُوعِ الأْوَّل

Dari Ibnu Abbas radhiyallahuanhu, dia berkata bahwa telah terjadi gerhana matahari pada masa Rasulullah SAW. Maka Rasulullah SAW melakukan shalat bersama-sama dengan orang banyak. Beliau berdiri cukup lama sekira panjang surat Al-Baqarah, kemudian beliau SAW ruku' cukup lama, kemudian bangun cukup lama, namun tidak selama berdirinya yang pertama. Kemudian beliau ruku' lagi dengan cukup lama tetapi tidak selama ruku' yang pertama. (HR. Bukhari dan Muslim)

Lebih utama bila pada rakaat pertama pada berdiri yang pertama setelah Al-Fatihah dibaca surat seperti Al-Baqarah dalam panjangnya.
Sedangkan berdiri yang kedua masih pada rakaat pertama dibaca surat dengan kadar sekitar 200-an ayat, seperti Ali Imran.
Sedangkan pada rakaat kedua pada berdiri yang pertama dibaca surat yang panjangnya sekitar 250-an ayat, seperti An-Nisa. Dan pada berdiri yang kedua dianjurkan membaca ayat yang panjangnya sekitar 150-an ayat seperti Al-Maidah.

3. Memperlama Ruku' dan Sujud
Disunnahkan untuk memanjangkan ruku' dan sujud dengan bertasbih kepada Allah SWT, baik pada 2 ruku' dan sujud rakaat pertama maupun pada 2 ruku' dan sujud pada rakaat kedua.

Yang dimaksud dengan panjang disini memang sangat panjang, sebab bila dikadarkan dengan ukuran bacaan ayat Al-Quran, bisa dibandingkan dengan membaca 100, 80, 70 dan 50 ayat surat Al-Baqarah.
Panjang ruku' dan sujud pertama pada rakaat pertama seputar 100 ayat surat Al-Baqarah, pada ruku' dan sujud kedua dari rakaat pertama seputar 80 ayat surat Al-Baqarah. Dan seputar 70 ayat untuk rukuk dan sujud pertama dari rakaat kedua. Dan sujud dan rukuk terakhir sekadar 50 ayat.

Dalilnya adalah hadits shahih yang keshahihannya telah disepakati oleh para ulama hadits.

كَسَفَتِ الشَّمْسُ عَلَى عَهْدِ رَسُول اللَّهِ  فَصَلَّى الرَّسُول  وَالنَّاسُ مَعَهُ فَقَامَ قِيَامًا طَوِيلاً نَحْوًا مِنْ سُورَةِ الْبَقَرَةِ ثُمَّ رَكَعَ رُكُوعًا طَوِيلاً ثُمَّ قَامَ قِيَامًا طَوِيلاً وَهُوَ دُونَ الْقِيَامِ الأْوَّل ثُمَّ رَكَعَ رُكُوعًا طَوِيلاً وَهُوَ دُونَ الرُّكُوعِ الأْوَّل

Dari Ibnu Abbas ra berkata,"Terjadi gerhana matahari dan Rasulullah SAW melakukan shalat gerhana. Beliau beridri sangat panjang sekira membaca surat Al-Baqarah. Kemudian beliau ruku' sangat panjang lalu berdiri lagi dengan sangat panjang namun sedikit lebih pendek dari yang pertama. Lalu ruku' lagi tapi sedikit lebih pendek dari ruku' yang pertama. Kemudian beliau sujud. Lalu beliau berdiri lagi dengan sangat panjang namun sidikit lebih pendek dari yang pertama, kemudian ruku' panjang namun sedikit lebih pendek dari sebelumnya.(HR. Bukhari dan Muslim).

Wallahu a'lam bishshawab, wassalamu 'alaikum warahmatullahi wabarakatuh,
Ahmad Sarwat, Lc., MA 

[1] Al-Fiqhul Islami wa Adillatuhu oleh Dr. Wahbah Az-Zuhaili jilid 2 hal. 1421
Readmore → Sholat Gerhana Bulan dan Gerhana Matahari

Sudah ada Al Qur'an dan Suunah, kenapa Masih Harus Ijtihad?

Assalamu alaikum warahmatullahi wabarakatuh,
Mohon kiranya ustadz membahas topik penting satu ini, karena banyak sekali orang bertanya, baik karena benar-benar tidak tahu atau pun karena kurang ilmu, mengapa kita masih butuh ijtihad yang dilakukan oleh manusia?

Tidakkah cukup bagi kita menggunakan petunjuk langsung dari Allah SWT? Allah SWT telah menurunkan wahyu Al-Quran dengan ayat-ayat yang jelas, sebagaimana tertera pada ayat-ayat berikut ini :


الر تِلْك آياتُ الْكِتابِ وقُرْآنٍ مُّبِينٍ 

Alif, laam, raa. ini adalah ayat-ayat Al-Kitab, yaitu Al Quran yang memberi penjelasan. (QS. Al-Hijr : 1)

Bukankah Al-Quran merupakan kitab yang sempurna, tidak ada satu pun yang tidak terdapat di dalam Al-Quran?

مّا فرّطْنا فِي الكِتابِ مِن شيْءٍ 

Tiadalah Kami alpakan sesuatupun dalam Al-Kitab. (QS. Al-An’am : 38)

Bukankah Rasulullah SAW sudah mewariskan dua pedoman, yang selama kita berpegang-teguh pada keduanya, kita tidak akan tersesat selama-lamanya?

تركْتُ فِيْكُمْ أمْريْنِ لنْ تضِلُّوا ما تمسّكْتُمْ بِهِما: كِتاب اللهِ و سُنّة نبِيِّهِ

Aku tinggalkan kepada kalian dua perkara yang kalian tidak akan tersesat selamanya selama berpegang teguh dengan keduanya, Kitabullah dan Sunnah" (HR. Malik)

Lantas, kenapa kita masih harus berpegang kepada ijtihad yang notabene hanya buatan manusia? Bukankah Beliau SAW tidak pernah memerintahkan untuk berpegang-teguh kepada selain Al-Quran dan As-Sunnah?

Mohon penjelasan dari ustadz biar kami mendapatkan wawasan yang mendasar, syukran jazila

Wassalam
Wa alaikumuss salam  warahmatullahi wabarakatuh, 
Memang benar apa yang antum sampaikan, bahwa sangat banyak orang bertanya mengapa kita masih butuh ijtihad, padahal sudah ada Al-Quran dan As-Sunnah, dimana selama kita berpegang teguh kepada keduanya, kita tidak akan sesat selamanya.

Untuk menjawab pertanyaan ini, maka ada beberapa jawaban yang dapat dikemukakan, antara lain :
1. Hakikat Ijtihad

Ijtihad bukan tindakan untuk mengarang agama dan menyerahkan segala urusan agama semata-mata kepada logika dan akal manusia sambil meninggalkan Al-Quran dan As-Sunnah. Pemahaman ijtihad seperti ini tentu keliru besar.

Pada hakikatnya, yang namanya ijtihad itu justru 100% memegang teguh Al-Quran dan As-Sunnah. Dan tidak lah sebuah ijtihad itu dilakukan, kecuali landasannya karena justru kita ingin menarik kesimpulan hukum dari Al-Quran dan As-Sunnah.

Mungkin orang bertanya lagi, bukankah Al-Quran dan As-Sunnah itu sudah jelas sekali, mengapa masih perlu ada ijtihad?

Jawabnya begini, memang tidak salah kalau dikatakan bahwa Al-Quran dan As-Sunnah itu sudah jelas, tetapi yang bisa dengan mudah membaca Al-Quran dan As-Sunnah dengan jelas itu hanya kalangan tertentu, yaitu hanya sebatas buat Rasulullah SAW dan para shahabat beliau yang tertentu saja. Sebab memang keduanya turun di masa mereka hidup.

Sementara begitu beliau SAW dan para shahabat wafat, dan Islam menyebar ke negeri jauh yang berbeda bahasa, budaya, adat, serta berbagai realitas sosial lainnya, maka mulai muncul berbagai jarak. Tidak semua pemeluk Islam paham bahasa Arab, bahkan tidak semua orang yang bermukim di Madinah seratusan tahun sepeninggal Rasulllah SAW merupakan orang-orang yang paham bahasa Arab.

Tidak usah jauh-jauh, sebagi contoh sederhana, ketika Rasulullah SAW menakar makanan yang beliau keluarkan untuk membayar zakat Al-Fithr, beliau menggunakan takaran yang disebut sha'. Sayangnya, orang-orang di Baghdad tidak mengenal benda yang namanya sha' tersebut. Maka para ulama di masa itu membuat sebuah penelitian, yang kira-kira memudahkan orang mengenal berapa sebenarnya ukuran satu sha' itu. Nah inilah yang disebut dengan ijtihad. Jelas sekali ijtihad itu justru dibutuhkan untuk memahami Al-Quran dan As-Sunnah, bukan mengarang-ngarang dan main logika semata.

2. Perintah Untuk Berijtihad

Jangan dikira tindakan berijihad itu sekedar sebuah ulah orang-orang kurang kerjaan yang niatnya mau menambah-nambahi agama. Justru berijtihad itu adalah sebuah ibadah yang diperintahkan oleh Al-Quran dan As-Sunnah.

Kedua sumber hukum Islam itu tidak melarang berijtihad, justru sebaliknya, keduanya memerintahkan orang-orang yang memang punya keahlian untuk berijtihad.

Melakukan ijtihad adalah salah satu di antara sekian banyak perintah Allah dan Rasul-Nya kepada umat Islam, bukan semata-mata inisiatif dan keinginan hawa nafsu. Di dalam Al-Quran Allah SWT memerintahkan manusia untuk menggunakan nalar, logika dan akalnya dalam memahami perintah-perintah Allah.

إِنّ فِي ذلِك لآياتٍ لِّقوْمٍ يتفكّرُون

Sesungguhnya di dalamnya ada tanda-tanda bagi kaum yang berfikir (QS. Az-Zumar : 42)


إِنّ فِي ذلِك لآياتٍ لِّقوْمٍ يعْقِلُون 

Sesungguhnya di dalamnya ada tanda-tanda bagi kaum yang berakal (QS. Ar-Ruum : 24)

3. Ijtihad Dilakukan Oleh Rasulullah SAW

Rasulullah SAW adalah seorang utusan Allah SWT Beliau SAW secara umum memang menerima wahyu risalah dalam setiap kesempatan, sehingga menjadi rujukan dalam agama.

Namun kalau kita teliti detail-detail sirah nabawiyah, seringkali kita temui bahwa beliau terpaksa harus berijtihad, lantaran wahyu tidak turun tepat pada saat dibutuhkan.


وَلَا تَقُولَنَّ لِشَيْءٍ إِنِّي فَاعِلٌ ذَلِكَ غَدًا إِلَّا أَن يَشَاء اللَّهُ وَاذْكُر رَّبَّكَ إِذَا نَسِيتَ وَقُلْ عَسَى أَن يَهْدِيَنِ رَبِّي لِأَقْرَبَ مِنْ هَذَا رَشَدًا

Dan jangan sekali-kali kamu mengatakan tentang sesuatu: "Sesungguhnya aku akan mengerjakan ini besok pagi, kecuali : "Insya Allah" . Dan ingatlah kepada Tuhanmu jika kamu lupa dan katakanlah: "Mudah-mudahan Tuhanku akan memberiku petunjuk kepada yang lebih dekat kebenarannya dari pada ini". (QS. Al-Kahfi : 23-24)

Sebab turun ayat ini karena Rasulullah SAW menjajikan untuk menjawab pertanyaan orang-orang yahudi besok hari. Namun jawaban wahyu yang ditunggu-tunggu tidak kunjung datang. Entah kemana Jibril yang biasanya rajin datang membawa wahyu. Ayat ini menegaskan bahwa ada kalanya begitu dibutuhkan, wahyu menjadi tidak turun.

Rasulullah SAW berijtihad dalam kasus perbedaan pendapat tentang menghentikan perang Badar atau meneruskannya hingga semua lawan mati, Rasulullah SAW menggelar syura dengan para shahabat, lantaran wahyu tidak kunjung turun. Beliau SAW meminta pandangan dari para shahabat, kemudian berijtihad untuk menghentikan perang dan menjadikan musuh sebagai tawanan.

Namun setelah itu ijtihad beliau SAW diangulir oleh turunnya wahyu, yang melarang beliau SAW menghentikan perang dan mengambil musuh sebagai tawanan.

ما كان لِنبِيٍّ أن يكُون لهُ أسْرى حتّى يُثْخِن فِي الأرْضِ تُرِيدُون عرض الدُّنْيا واللّهُ يُرِيدُ الآخِرة واللّهُ عزِيزٌ حكِيمٌ

Tidak patut bagi seorang Nabi mempunyai tawanan sebelum ia dapat melumpuhkan musuhnya di muka bumi. Kamu menghendaki harta benda duniawiyah sedangkan Allah menghendaki akhirat. Dan Allah Maha Perkasa lagi Maha Bijaksana. (QS. Al-Anfal : 67)

4. Ijithad Dilakukan Oleh Para Shahabat

Ketika Rasulullah SAW masih hidup, banyak di antara para shahabat yang melakukan ijtihad, baik atas perintah beliau SAW atau pun atas inisiatif sendiri yang kemudian dibenarkan oleh beliau.

a. Muaz bin Jabal Diperintahkan Untuk Berijtihad

Muadz bin Jabal radhiyallahuanhu ketika Rasulullah SAW mengutusnya untuk menjadi pemimpin di negeri Yaman, telah diperintahkan atau setidaknya direkomendasikan untuk berijtihad.

كيْف تقْضيِ إِذا عُرِض لك قضاء ؟ قال : أقْضِي بكِتابِ اللهِ .قال : فإِنْ لمْ تجِدْ فيِ كتِابِ اللهِ ؟ قال : فبِسُنّةِ رسُولِ اللهِ قال : فإِنْ لمْ تجِدْ فيِ سُنّةِ رسُولِ الله ولا فيِ كتِابِ الله ؟ قال : أجْتهِدُ رأْيِ ولا آلو . فضرب رسُولُ اللهِ صدْرهُ وقال : الحمْدُ لِلّه الّذِي وفق رسُولُ رسُولِ اللهِ لِما يرْضي رسُوْلُ اللهِ

Dari Muaz bin Jabal radhiyallahuanhu berkata bahwa Nabi bertanya kepadanya," Bagaimana engkau memutuskan perkara jika diajukan orang kepada engkau? Muaz menjawab, saya akan putuskan dengan kitab Allah. Nabi bertanya kembali, bagaimana jika tidak engkau temukan dalam kitab Allah? Saya akan putuskan dengan sunnah Rasulullah, jawab Muaz. Rasulullah bertanya kembali, jika tidak engkau dapatkan dalam sunnah Rasulullah dan tidak pula dalam Kitab Allah? Muaz menjawab, saya akan berijtihad dengan pemikiran saya dan saya tidak akan berlebih-lebihan. Maka Rasulullah SAW menepuk dadanya seraya bersabda,"Segala puji bagi Allah yang telah menyamakan utusan dari utusan Allah sesuai dengan yang diridhai Rasulullah (HR Abu Daud)

Apa yang menjadi tekad Muadz untuk berijtihad mendapatkan legitimasi langsung dari Rasulullah SAW, terbukti bahwa beliau SAW menepuk dada Muadz sambil memujinya.

b. Amr bin Al-Ash Dibenarkan Dalam Berijtihad

Amr bin Al-Ash telah melakukan ijtihad dalam hal-hal yang membolehkan seseorang bertayammum sebagai ganti dari wudhu', yaitu karena faktor cuaca yang amat dingin.

اِحْتَلَمْتُ فيِ لَيْلَةٍ بَارِدَةٍ شَدِيْدَةِ البَرْد فَأَشْفَقْتُ إِنِ اغْتَسَلْتُ أَن أَهْلَك فَتَيَمَّمْتُ ثُمَّ صَلَّيْتُ بِأَصْحَابيِ صَلاَةَ الصُّبْحِ فَلَمَّا قَدِمْنَا عَلىَ رَسُول اللهِ  ذَكَرُوا ذَلِكَ لَهُ فَقَالَ : يَا عَمْرُو صَلَّيتَ بِأَصْحَابِكَ وَأَنْتَ جُنُب؟ فَقُلْتُ : ذَكَرْتُ قَوْلَ الله تَعَالىَ (وَلاَ تَقْتُلُوا أَنْفُسَكُم إِنَّ اللهُ كَانَ بِكُم رَحِيْمًا) فَتَيَمَّمْتُ ثُمَّ صَلَّيْتُ فَضَحِكَ رَسُولُ اللهِ صلّى الله عليه وسلم وَلَمْ يَقُلْ شَيْئًا

Dari Amru bin Al-’Ash radhiyallahuanhu bahwa ketika beliau diutus pada perang Dzatus Salasil berkata"Aku mimpi basah pada malam yang sangat dingin. Aku yakin sekali bila mandi pastilah celaka. Maka aku bertayammum dan shalat shubuh mengimami teman-temanku. Ketika kami tiba kepada Rasulullah SAW mereka menanyakan hal itu kepada beliau. Lalu beliau bertanya"Wahai Amr Apakah kamu mengimami shalat dalam keadaan junub ?". Aku menjawab"Aku ingat firman Allah [Janganlah kamu membunuh dirimu sendiri. Sesungguhnya Allah Maha Pengasih kepadamu] maka aku tayammum dan shalat". (Mendengar itu) Rasulullah SAW tertawa dan tidak berkata apa-apa. (HR. Ahmad Al-hakim Ibnu Hibban dan Ad-Daruquthuny).

Sepeninggal Rasulullah SAW pun para shahabat masih tetap melakukan ijtihad, dimana hasil ijtihad itu dibenarkan oleh seluruh shahabat yang lain dan terus berlangsung hingga sekarang ini.

c. Ijtihad Untuk Menulis Al-Quran dalam Satu Mushaf

Selama masa kenabian 23 tahun lamanya, belum pernah sekalipun Rasulullah SAW memerintahkan umatnya untuk menuliskan Al-Quran dalam satu mushaf. Namun sepeninggal beliau, masih di masa Khalifah Abu Bakar Ash-Shiddiq radhiyallahuanhu, umat Islam sepakat untuk menuliskan Al-Quran dalam satu bundel mushaf.

Awalnya dari ide Umar bin Al-Khattab radhiyallahuanhu yang disampaikan kepada khalifah, kemudian menjadi ijtihad jama'i hingga hari ini. Maka mushaf Al-Quran yang kita kenal saat ini, tidak lain merupakan produk ijtihad para shahabat di masa lalu, yang tidak didasari oleh perintah wahyu secara langsung.

5. Perubahan Zaman

Sudah menjadi sunnatullah bahwa zaman selalu mengalami perubahan. Apa yang berlaku di tengah masyarat untuk satu kurun waktu tertentu, bisa saja berubah pada kurun waktu yang lain.
Oleh karena itu Islam membutuhkan orang-orang yang mampu berijtihad dengan benar, agar perubahan zaman itu tidak lantas membuat nash-nash dari Al-Quran dan As-sunnah menjadi usang dan tidak terpakai.

Salah satu contoh bagaimana perubahan zaman bisa berpengaruh pada perubahan ijtihad adalah kasus orang kaya yang wajib membayar zakat sebagaimana diwajibkan di dalam Al-Quran dan As-Sunnah.
Tetapi dalam kenyataannya terjadi perubahan siapakah yang dimaksud dengan orang kaya, antara zaman Rasulullah dengan orang kaya di masa sekarang ini. Di masa Rasulullah SAW, orang kaya itu identik dengan pedagang, peternak dan petani. Karena itulah kita menemukan syariat zakat yang berlaku buat mereka.

Tetapi di masa sekarang ini, Indonesia yang konon negara agraris dan kebanyakan rakyatnya berprofesi sebagai petani, ternyata mereka bukan orang kaya. Para petani di Indonesia rata-rata justru orang-orang miskin yang tidak punya. Biaya dan tenaga yang mereka keluarkan untuk bertani seringkali lebih besar dari hasil pertanian itu sendiri.

Maka harus ada garis batas yang lebih akurat dan tajam yang mampu membedakan antara petani kaya dan petani miskin. Yang wajib zakat itu bukan asal petani, tetapi petani kaya, dengan segala syarat dan ketentuan. Adapun orang miskin, meski pun profesinya petani, tentu tidak wajib bayar zakat.

Sebaliknya, di masa Nabi SAW sudah ada pegawai yang bekerja kepada tuannya dan menerima upah. Tapi rata-rata pegawai di masa itu upahnya sangat kecil, hanya bisa sekedar untuk menyambung hidup saja. Maka di masa Nabi SAW kita tidak menemukan perintah buat para pegawai untuk membayar zakat, karena di masa itu rata-rata pegawai itu miskin.

Tetapi di masa sekarang ini, rata-rata pegawai itu orang kaya, khususnya pegawai negeri sipil. Gaji mereka berlipat dan kebutuhan hidup mereka sudah terpenuhi, bahkan gaji mereka ada banyak sisa. Maka kalau pegawai di masa sekarang diwajibkan bersedekah, tentu sangat masuk akal.

6. Semakin Luasnya Negeri Islam

Ijtihad sangat dibutuhkan mengingat wilayah negeri Islam sepeninggal Rasulullah SAW semakin meluas. Negeri yang penduduknya tidak mengerti bahasa Arab, tiba-tiba mereka memeluk agama Islam. Syam, Persia, Mesir dan Yaman di masa itu bukan bagian dari tanah Arab. Agama yang mereka anut di masa itu pun bukan agama Islam. Budaya dan adat istiadat yang berlaku di berbagai negeri itu nyaris 180 derajat berbeda dengan bangsa Arab. Makanan pokok mereka pun tidak sama dengan yang dimakan bangsa Arab.

Sementara agama Islam yang 100% turun di tanah Arab langsung kepada orang-orang dalam budaya Arab ini harus masuk ke berbagai negeri yang baru dan jauh dari pola budaya dan kehidupan bangsa Arab.

Maka secara logika sudah bisa kita bayangkan betapa nash-nash Al-Quran dan As-Sunnah harus berhadapan dengan realitas yang belum pernah ada sebelumnya di masa Rasulullah SAW.

7. Keterbatasan Sumber Syariah

Meski Al-Quran adalah kitab yang lengkap dan tidak ada satupun masalah yang terlewat, namun bukan berarti Al-Quran adalah sebuah ensikopedi umum yang memuat materi apa saja.

Kenyataannya bila dibandingkan dengan Ensiklopedi Britanica, jumlah ayat Al-Quran terlalu sedikit, karena hanya berkisar 6.000-an ayat saja. Encyclopedia Britannica 2010 memuat artikel dan gambar hingga sekitar 100.000 item, dan tebalnya mencapai 32 jilid.

Tetapi sekali lagi adalah keliru kalau kelengkapan materi Al-Quran itu kita bayangkan seperti kelengkapan sebuah ensiklopedi. Kelengkapan Al-Quran itu maksudnya adalah bahwa Al-Quran memasuki banyak ranah kehidupan, di luar dari yang biasanya dikenal orang, pada kitab-kitab suci terdahulu.

Al-Quran bicara tentang banyak hal dalam kehidupan manusia, baik individu maupun sosial. Tetapi Al-Quran bukan ensiklopedi yang membahas satu per satu tiap titik masalah.

Kalau memang Al-Quran hanya bicara sekilas, lalu bagaimana cara manusia bisa memahami detail-detail ketentuan dan kemauan Allah SWT? Jawabnya adalah diutusnya Rasulullah SAW ke dunia sebagai penjelas dari Al-Quran, sekaligus untuk menjadi contoh hidup dari Al-Quran. Persis seperti komentar istri beliau SAW, Aisyah radhiyallahuanha, tatkala ditanya tentang akhlaq beliau SAW.

كان خُلُقُهُ القُرْآن
Akhlaq beliau adalah Al-Quran. 

Namun kalau dijumlah secara total, tetap saja jumlah hadits nabawi itu terbatas. Apalagi kalau kita batasi pada yang sudah dishahihkan secara paten dan disepakati oleh para ulama hadits.

Imam Al-Bukhari hanya menyelesaikan 7 ribuan hadits di dalam kitab Ash-Shahihnya, dengan pengulangan-pengulangan hadits berkali-kali pada beberapa bab. Konon, seandainya hadits-hadits itu tidak diulang-ulang, jumlahnya hanya sekitar 4 ribuan saja.

Sedangkan hadits-hadits yang telah dishahihkan oleh Imam Muslim dalam kitab Ash-Shahih beliau juga terbatas pada sekitar 4 ribuan hadits, dengan ketentuan hadits-hadits itu tidak terulang-ulang dan telah disepakati keshahihannya oleh para ulama.

Kalau kita teliti, rupanya hadits yang telah tercantum di dalam Shahih Bukhari cukup banyak yang juga tercantum di dalam Shahih Muslim, sehingga kita tidak bisa mengatakan bahwa jumlah hadits shahih di dunia ini menjadi 8 ribu butir.

Tetapi juga tidak benar kalau kita katakan bahwa hadits yang shahih itu hanya terbatas pada kedua kitab Shahih itu saja. Tentu masih banyak lagi hadits-hadits yang shahih, meski tidak tercantum pada kedua kitab itu.

Akan tetapi meski demikian, tetap saja jumlah hadits-hadits yang sudah dishahihkan secara paten dan disepakati keshahihannya oleh para ulama memang terbatas. Kalau pun kita katakan ada 100 ribu hadits misalnya, maka jumlah itu tentu sangat kurang untuk bisa menjawab semua persoalan manusia sepanjang zaman, terhitung sejak masa Nabi SAW hidup hingga datangnya hari kiamat nanti.

Sebab persoalan hidup manusia selalu bermunculan, dimana mereka hidup di berbagai zaman dan peradaban yang juga berbeda-beda. Selalu muncul fenomena baru di tengah umat manusia.

Padahal ayat Al-Quran sudah berhenti turun, dan hadits nabawi sudah tidak mungkin lagi bertambah. Lalu apakah cukup ayat dan hadits warisan itu untuk menjawab semua problematika hukum syariah yang ada?

Jawabnya tentu tidak cukup, kalau kita hanya berpikir sekilas.

8. Luasnya Bidang Kehidupan

Di masa Rasulullah SAW dan para shahabat, barangkali belum sama sekali terbayang bahwa agama Islam akan tersebar ke luar batas-batas negeri Arab, bahkan menyeberangi benua dan lautan. Agama yang awalnya hanya dipeluk oleh beberapa gelintir orang di Mekkah, dalam rentang kurang dari seratus tahun kemudian menjadi agama nomor satu terbesar yang dipeluk berjuta umat manusia.

Ketika Umar bin Al-Khattab radhiyallahuanhu memegang tongkat khilafah, Islam menyebar ke tiga imperium besar dunia, Romawi, Persia dan Mesir. Berbeda dengan keadaan Mekkah Madinah yang terletak di tengah gurun pasir jazirah Arabia, keadaan sosio kultural dan sosial politik di negeri-negeri itu jauh lebih berkembang, maju, dinamis dan penuh inovasi. Bidang kehidupan umat manusia pun semakin hari semakin luas dan dinamis. Sehingga teks-teks baku yang terdapat pada dua sumber agama tidak akan bisa menjawab secara langsung apa adanya semua masalah itu.

Sebenarnya tanda-tanda akan semakin dinamis dan jauhnya teks-teks Al-Quran dan As-Sunnah dari realitas kehidupan masyarakat dunia sudah diisyaratkan oleh Rasulullah SAW sendiri. Ketika beliau SAW menguji shahabatnya saat diutus ke Yaman dengan pertanyaan,

فإِنْ لمْ تجِدْ فيِ سُنّةِ رسُولِ الله ولا فيِ كتِابِ الله ؟

”Dengan apa kamu putuskan perkara di antara mereka bila tidak ada di dalam Al-Quran dan As-Sunnah?”.

Pertanyaan ini bukan sekedar menguji main-main, melainkan sebuah pertanyaan yang mengandung pernyataan sekaligus. Intinya, Rasulullah SAW menegaskan bahwa akan ada banyak perkara yang secara eksplisit tidak terdapat di dalam Al-Quran dan As-Sunnah di dalam kehidupan ini.

Dan saat itulah dibutuhkan tindakan ijtihad, yang pada intinya tetap berpegang teguh kepada kedua sumber agama, Al-Quran dan As-Sunnah, namun dicarikan kesamaan ‘illat yang tepat dan mendekati kebenaran antara dalil-dalil syar’i dengan realitas yang ada.

Karena itulah tindakan menolak ijtihad sesungguhnya adalah tindakan mustahil, sebab teks-teks syariah itu akan terbata-bata ditinggal oleh perkembangan zaman. Ijtihad para ulama itulah yang membuat Al-Quran dan As-Sunnah menjadi serasa baru dan segar.

9. Kritik Hadits

Pada dasarnya, meneliti keshahihan suatu hadits tidak lain dan tidak bukan adalah bagian dari ijtihad. Di masa lalu, para mujtahid sudah bisa dipastikan adalah juga seorang ahli hadits yang keahliannya termasuk meneliti dan mengkritik hadits. Dengan kata lain, studi kritik hadits (naqd hadits) adalah bagian dari ijtihad yang mutlak harus dilakukan oleh semua mujtahid dan ahli fiqih.

Seorang Abu Hanifah rahimahullah bukan saja ahli fiqih melainkan beliau juga seorang ahli di bidang kritik hadits. Beliau amat terkenal sangat ketat dalam menyeleksi hadits, sehingga bila beliau tidak berada pada posisi amat sangat yakin akan keshahihan hadits, tidak akan pernah dijadikan sebagai dasar dalam ijtihad.

Demikian juga Al-Imam Malik rahimahullah, meski beliau pendiri mazhab Maliki yang terkenal itu, namun pada hakikatnya beliau adalah seorang ahli hadits yang amat paten dan kampiun. Beliau sendiri punya kitab Al-Muwaththa’, yang di zamannya adalah kitab hadits paling populer dan paling tinggi kedudukannya.

Al-Imam Asy-Syafi’i rahimahullah juga seorang ahli hadits, dimana beliau punya kitab karya di bidang ilmu hadits dan kritik hadits. Pengembaraan beliau ke hampir seluruh jagad dunia Islam membuktikan bahwa beliau selain ahli fiqih, juga seorang ahli hadits. Bahkan di usia 15 tahun beliau sudah menghafal luar kepala kitab Al-Muwaththa’ karya guru beliau, Al-Imam Malik.

Al-Imam Bukhari dan Al-Imam Muslim adalah dua orang ahli hadits di masa berikutnya, dimana kedua bermazhab Asy-Syafi’iyah.

Sedangkan Al-Imam Ahmad bin Hanbal rahimahullah bahkan lebih dikenal sebagai ahli hadits ketimbang ahli fiqih dalam beberap persolaan. Musnad Ahmad adalah salah satu nama yang akrab dikenal sebagai karya beliau sebagai ahli hadits.

Demikian beberapa landasan mengapa kita masih membutuhkan ijtihad yang dilakukan dengan benar, sesuai dengan kapasitas yang baku.

Wallahu a'lam bishshawab, wassalamu 'alaikum warahmatullahi wabaraktuh

Ahmad Sarwat, Lc., MA
Readmore → Sudah ada Al Qur'an dan Suunah, kenapa Masih Harus Ijtihad?

Adab Murid Kepada Guru

Sekarang ini, moral para murid sedikit banyak telah mengalami kemerosotan. Para murid cenderung melupakan sopan satun teradap guru yang pada dasarnya orang tua yang harus dihormati. Boleh jika menganggap guru sebagai teman, namun sopan santun juga harus tetap dijaga.
Apakah sopan jika seorang murid berbicara keras kepada gurunya, menyela pembicaraan guru dan lain sebagainya. Sungguh hal itu sangat tidak beradab.
Ada baiknya murid diberi pelajaran adab terhadap guru. Agar moral yang sekarang ini telah terkikis bisa diperbaiki. Beberapa kitab yang bisa dijadikan acuan untuk mengetahui adab murid terhadap guru adalah kitab Ta’lim Muta’alim karya Sheikh Az-Zarnuji.
Dalam kitab beliau  Ta’lim Muta’alim diterangkan adab murid terhadap guru adalah :
a. Seorang murid tidak berjalan di depan gurunya
b. Tidak duduk di tempat gurunya
c. Tidak memulai bicara padanya kecuali dengan izin guru
d. Tidak berbicara di hadapan guru
e. Tidak bertanya sesuatu bila guru sedang capek atau bosan
f. Harus menjaga waktu, jangan mengetuk pintunya, tapi menunggu sampai guru keluar
g. Seorang murid harus kerelaan hati guru, harus menjauhi hal-hal yang menyebabkan guru marah, mematuhi perintahnya asal tidak bertentanangan dengan agama
h. Termasuk menghormati guru adalah juga dengan menghormati putra-putra guru, dan sanak kerabat guru
i. Jangan menyakiti hati seorang guru karena ilmu yang dipelajarinya akan tidak berkah
Menurut Syeikh Ahmad Nawawi, adab murid terhadap guru antara lain :
a. Murid harus taat kepada guru terhadap apa yang diperintahkan didalam perkara yang halal.
b. Murid harus menghormati guru
c. Mengucapkan salam ketika bertemu dengan guru, karena perilaku itu bisa membuat guru senang
d. Ketika murid bertemu guru di tepi jalan, hendaklah murid menghormati guru dengan berdiri dan berhenti
e. Murid hendaknya menyiapkan tempat duduk guru sebelum guru datang
f. Ketika duduk di hadapan guru harus sopan seperti ketika sedang sholat yaitu dengan menundukkan kepala
g. Murid harus memperhatikan penjelasan guru
h. Murid jangan bertanya ketika guru sedang lelah
i. Ketika duduk dalam suatu majelis pelajaran, murid hendaklah tidak menolah-noleh ke belakang
j. Murid jangan bertanya kepada guru tentang ilmu yang bukan di bidangnya atau bukan ahlinya
k. Murid harus memperhatikan penjelasan guru dan mencatatnya untuk mengikat ilmu agar tidak mudah hilang
l. Murid harus berprasangka baik terhadap guru
Semua ini penting diketahui murid, karena jika seorang murid menghormati guru, maka ilmu yang diperoleh bisa manfaat.
Seorang penyair berkata: “Sesungguhnya guru dan dokter keduanya tidak akan menasihati kecuali bila dimuliakan. Maka rasakan penyakitmu jika tidak menuruti dokter, dan terimalah kebodohanmu bila kamu membangkang pada guru.”
Jadi sangat jelas bahwa menghormati guru itu harus ditanamkan sejak dini kepada murid, agar murid mengetahui adab terhadap guru, sehingga dalam menuntut ilmu para murid diberi kemudahan untuk memahami berbagai macam ilmu pengetahuan yang ada.
Sumber:
[1] Adab Murid Terhadap GuruSyeikh Az-Zarnuji, Ta’lim Muta’alim, terj. Abdul Kadir Aljufri, (Surabaya :Mutiara Ilmu, 2009).
[2] Syeikh Ahmad Nawawi, Jawahirul Adab, terj. Mas’ud Ibnu ‘Abdi Ar-Rahman, (Semarang : Toha Putra1970).
Readmore → Adab Murid Kepada Guru
Back to top